Pengertian Subjek Pajak




Menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah dirubah dan disempurnakan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008- Pajak Penghasilan, ”Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak”.


Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) nya dijelaskan, bahwa yang menjadi subjek pajak dalam Pajak Penghasilan adalah :


a. Orang Pribadi (Perseorangan) ;
b. Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan.
c. Badan ;
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).



Penjelasan selanjutnya Pasal 2 ayat (1) adalah:

Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia, atau pun tidak bertempat tinggal di Indonesia.



Warisan sebagai Subjek Pajak, merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak dikemudian hari, ini menjadi dasar agar pengenaan pajak dari warisan tersebut tetap terjamin, berhubung misalnya yang punya harta (warisan) semasa hidup tidak menetapkan siapa yang bertanggung jawab dikemudian hari apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Contoh : Ahmad semasa hidup memiliki usaha bengkel mobil yang selalu tetap memenuhi kewajiban pajaknya setiap tahun. Suatu saat Ahmad meninggal, harta (warisan berupa bengkel mobil) belum dibagikan kepada ahli waris, maka selama belum dibagikan harta (bengkel mobil) tersebut, berstatus sebagai subjek pajak. Apabila harta (bengkel mobil) dimaksud, telah dibagikan (ditetapkan) pemilik barunya, maka warisan (harta) tersebut berakhir kedudukannya sebagai subjek pajak. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-161/PJ./2001, Tgl 21 Pebruari 2001, Tentang Jangka Waktu Pendaftaran, Pelaporan Kegiatan Usaha, dan Tatacara Penghapusan NPWP, serta Pengukuhan Dan Pencabutan PKP, pada pasal 10 menyebutkan, bahwa dalam hal wajib pajak yang telah memiliki NPWP meninggal dunia, dan meninggalkan warisan yang belum terbagi, maka warisan yang belum terbagi tadi kedudukannya sebagai subjek pajak, menggunakan NPWP dari wajib pajak yang meninggal dunia, dan ahli warisnya wajib mengisi formulir yang ditentukan, dan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)nya, tidak diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-10/PJ.41/1996, Tgl 12 Pebruari 1996.


Pengertian Badan sebagai subjek pajak, adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan satu kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer (CV), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi masa, Orgaisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya, termasuk Reksa dana.


Dalam UU ini, Bentuk Usaha Tetap ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri sebagai Subjek Pajak Luar Negeri, sekalipun tatacara pengenaannya serta ketentuan administrasi perpajakannya sama dengan wajib pajak dalam negeri.



Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, merupakan Subjek Pajak, tanpa memperhatikan nama dan bentuknya, sehingga setiap unit dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Sebagai subjek pajak perusahaan Reksadana, baik yang berbentuk perseroan terbatas, maupun bentuk lainnya, termasuk dalam pengertian badan. Sedangkan pengertian perkumpulan termasuk pula assosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.



Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (5), UU No. 36 Tahun 2008-PPh, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap, adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:


a. Tempat kedudukan manajemen ;
b. Cabang Perusahaan ;
c. Kantor Perwakilan ;
d. Gedung Kantor ;
e. Pabrik ;
f. Bengkel ;
g. Gudang ;
h. Ruang untuk promosi dan penjualan.
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam ;
j Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi ;
k. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan ;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12(dua belas) bln;
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas ;
o. Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia ; dan
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan usaha melalui internet.

Seterusnya menurut penjelasan pasal 2 ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008, menyatakan bahwa suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (”place of bussiness”), yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment), yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.


Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha, atau melakukan kegiatan di Indonesia, menggunakan, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat tinggal diluar Indonesia, dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia, atau menanggung resiko di Indonesia melalui pegawai atau perwakilan atau agennya di Indonesia.
Menanggung resiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang mengakibatkan resiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, atau berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.


Selanjutnya dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) huruf b, UU No. 36 Tahun 2008, unit usaha tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria berikut, tidak termasuk sebagai subjek pajak yaitu :
a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
c. Penerimaan lembaga tersebut dimasukan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan funfsional negara.
Apabila suatu badan/lembaga memenuhi syarat–syarat tersebut diatas, maka ia tidak termasuk subjek pajak penghasilan. Sebalikya apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka badan/lembaga tersebut adalah subjek pajak pada pajak penghasilan.






Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak



Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Psl 3 UU No. 36 Thn 2008, dimana dalam pasal tersebut dikemukakan bahwa yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah :

a. Kantor Perwakilan Negara Asing ;
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
- Bukan Warga Negara Indonesia;
- Tidak menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya;
- Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik).
c. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (terakhir dengan Kep. MK 601/KMK.03/2005, dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, selain dari pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (sebagaimana dimaksud huruf c), dengan syarat bukan WNI, dan di Indonesia tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Penjelasan Psl 3 huruf (a) dan (b) tersebut diatas, menerangkan bahwa sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabatnya, serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI, tidak melakukan ke giatan lain, serta negara asing tersebut memberikan perlakauan yang sama (azas timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak. Pengecualian tersebut tidak berlaku, apabila mereka memperoleh penghasilan lain di Indonesia, diluar jabatannya atau mereka adalah WNI.


Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing, memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan tesebut. Namun apabila negara asal pejabat tersebut memberikan pembebasan pajak kepada perwakilan Indonesia, atas penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya, maka kembali lagi berlaku azas timbal balik.


Ketentuan lebih lanjut mengenai Psl 3 huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut dalam KMK seperti disebut diatas. Yang dimaksud dengan organisasi Internasional adalah organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar pemerintah atau non pemerintah ygbertujuan untuk meningkatkan kerjasama Internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu atau kesepakatan bersama, sedangkan yang dimaksud dengan pejabat perwakilan organisasi Internasional adalah pejabat yang diangkat langsung oleh induk organisasi Internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan dalam organisasi tersebut di Indonsia.

Selanjutnya dikemukakan bahwa organisasi Internasional bukan merupakan subjek pajak penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut ;
a. Indonesia menjadi anggota organisasi didalamnya dan;
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota.


Organisasi Internasional yang berbentuk kerjasama tehnik dan atau kebudayaan bukan merupakan subjek pajak, Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kerjasama tehnik tsb memberi manfaat pada negara/Pemerintah Indonesia;
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.


Pejabat perwakilan dari organisasi Internasional tersebut diatas, bukan merupakan subjek pajak penghasilan, apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Bukan Warga Negara Indonesia ; dan
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Organisasi Internasional dan pejabat perwakilan organisasi Internasional yang tidak memenuhi syarat tersebut diatas, dikenakan Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya seorang pejabat perwakilan organisasi Internasional diluar tugas pokoknya contoh menjadi pengajar bahasa asing di lembaga kursus swasta, atau pembicara pada suatu seminar, kemudian mendapat honor, maka honor tersebut dikenakan pemotongan PPh Psl 21, atau Psl 26, oleh penyelenggaranya.

Mengenai Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai subjek pajak, seperti dimaksud diatas, tidak diperinci dalam modul ini, karena terlalu banyak dan kurang efisien, tetapi secara garis besar dapat disebut disini yaitu :
I. Badan-Badan Internasional dari PBB (terdapat 15 organisasi)
II. Colombo Plan ( ada 8 organisasi)
III. Kerjasama Tehnik (terdapat 18 kerjasama tehnik)
IV. Kerjasama Kebudayaan (ada 4 kerjasama kebudyaan)
V. Organisasi –Organisasi Internasional lainnya (terdapat 54 badan)
VI. Organisasi Swasta Internasional ( terdapat 18 organisasi).
Apabila ada organisasi internasional, tapi tidak termasuk dalam daftar dimaksud, maka organisasi internasional tersebut menjadi subjek pajak.

1 comment:

  1. kalau subjek dan objek pajak bagi pengusaha online apa saja?

    ReplyDelete