Yang Perlu diketahui Mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Yang perlu diperhatikan dalam menentukan PTKP

Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Penyesuaian terhadap Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku efektif per 1 Januari 2009 adalah sebagai berikut :

Besarnya PTKP per Tahun :
a.Rp 15.840.000,00 = Untuk wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan;
b.Rp 1.320.000,00 = Tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
c.Rp 15.840.000,00 = Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
d.Rp 1.320.000,00 = Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat *) yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

* ) Hubungan keluarga sedarah dan semenda
a. Sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung
b. Sedarah ke samping satu derajat : Saudara kandung
c. Semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri
d. Semenda ke samping satu derajat : Saudara Ipar

Dengan demikian saudara kandung dan saudara ipar yang menjadi tanggungan wajib pajak tidak memperoleh tambahan pengurangan PTKP.

Saudara dari bapak/ibu tidak termasuk dalam pengertian keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus.

Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan pajak adalah seseorang yang belum dewasa, bukan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak yang bersangkutan.
Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak memiliki penghasilan.

Apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang atau membantu saja, maka tidak termasuk pengertian tanggungan sepenuhnya.

Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
Kecuali bagi pegawai yang baru dating dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

PTKP bagi Karyawati

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;

b. Bagi karyawati kawin, suami tidak menerima/memperoleh penghasilan.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

c. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya (apabila ada).
Yang menjadi tanggungan sepenuhnya menurut undang-undang Pajak Penghasilan adalah anggota keluarga yang tinggal bersama wajib pajak, tidak dibantu oleh orang tua atau keluarga lainnya dan tidak memiliki penghasilan.

Tatacara Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25

Pengertian

1. Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Angsuran PPh Ps 25 untuk WP Baru

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

(2) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
b. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

(3) Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

(4) Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).


Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan sewa guna usa dengan hak opsi

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).


Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
(2) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.


Angsuran PPh Ps 25 untuk WP masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala

Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).


Angsuran PPh Ps 25 untuk WP OP tertentu

(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.

(2) Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Dasar Hukum PMK- 255/PMK.03/2008

Menyelenggarakan Pembukuan sesuai UU KUP Tahun 2007

YANG WAJIB MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN

Mengacu Pasal 28 ayat [ 1 ] dan ayat [ 2 ] U.U.No. 28 tahun 2007 yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto [yang peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp.4.800.000.000] dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

SYARAT MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN

1) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya [ full disclosure ].

2) Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

3) Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas [ consistency ] dan dengan stelsel akrual stesel kas.

4) Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

5) Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

6) Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.

7) Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

8) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengelolaan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu ditempatkan kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan wajib pajak badan.

Hak-Hak WP apabila dilakukan Pemeriksaan

1.Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa ;

2.Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak;

3.Menolak untuk diperiksa apabila Pemeriksa tidak dapat menunjukan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan;

4.Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;

5.Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak;

6.Meminta rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terhadap SPT yang telah anda sampaikan;

7.Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha anda dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak;

8.Memperoleh lembar Asli Berita Acara Penyegelan apabila Pemeriksa Pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu.


sumber : pajak.go.id

SE-64/PJ/2009 - Pekerja yang memperoleh PPh Pasal 21 DTP

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : SE - 64/PJ/2009
Tgl 7 Juli 2009

TENTANG

PEKERJA YANG MEMPEROLEH PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
DITANGGUNG PEMERINTAH


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2009, dalam SE-64/PJ/2009 ini disampaikan hal hal sebagai berikut:

Siapa yang berhak menerima PPh Ps 21 DTP / Stimulus Fiskal ?

a) Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan kepada pekerja*) yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.

b) Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan kepada pekeria yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam hururf a diatas, sampai dengan Masa Pajak Juni 2009, sedangkan mulai Masa Pajak Juli 2009 hanya diberikan kepada pekerja yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud huruf a dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

c) Kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah:
1) kategori usaha pertanian termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
2) kategori usaha perikanan; dan
3) kategori usaha industri pengolahan,

Apabila sebelumnya PPh Ps 21 DTP tersebut hanya diberikan kepada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu (sesuai huruf c), maka dalam SE-64/PJ/2009 ini pengertian Pekerja yang diberikan PPh Ps 21 DTP diperluas, termasuk didalamnya :

d) pekerja di cabang perusahaan yang kantor pusatnya memenuhi kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

e) pekerja pada perusahaan penyedia tenaga kerja (outsourcing) yang ditempatkan pada perusahaan pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam huruf c; dan

f) pekerja pada pemberi kerja yang melakukan pekerjaan pengolahan barang berdasarkan pesanan (maklon) yang pekerjaan pengolahannya memenuhi kategori usaha industri pengolahan sebagaimana di maksud dalam huruf c angka 3).


Pekerja yang memenuhi ketentuan tsb, memperoleh Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah melalui:

1) cabang perusahaan (yang kantor pusatnya memenuhi kategori usaha tertentu);

2) perusahaan penyedia tenaga kerja/outsourcing (pekerja yang ditempatkan pada perusahaan pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu); dan

3) pemberi kerja untuk pekerja yang melakukan pekerjaan pengolahan barang berdasarkan pesanan (maklon) yang pekerjaan pengolahannya memenuhi kategori usaha industri pengolahan


Tatacara pelaporan SPT

1. Perusahaan penyedia tenaga kerja menyampaikan surat pemberitahuan sesuai lampiran I Surat Edaran ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan penyedia tenaga kerja terdaftar dengan melampirkan surat pernyataan dari perusahaan tempat tenaga kerja tersebut ditempatkan sesuai lampiran 2 Surat Edaran ini.

2. Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan dengan cara pemberi kerja menyampaikan surat pernyataan mengenai pekerjaan pengolahan barang berdasarkan pesanan sesuai lampiran 3 Surat Edaran ini kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pemberi kerja terdaftar.

3. Surat pemberitahuan dan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2 disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 saat pelaksanaan pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.

4. Kantor cabang, perusahaan penyedia tenaga kerja, dan pemberi kerja yang melakukan pekerjaan pengolahan barang berdasarkan pesanan (maklon) yang pekerjaan pengolahannya memenuhi kategori usaha industri pengolahan dapat melaksanakan pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah mulai Masa Pajak Februari 2009 melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pelaksanaan pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah kepada pekerja, dilaksanakan sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Pemberian Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Pemberi Kerja Yang Berusaha Pada Kategori Usaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2009.

Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai - sesuai PER-57/PJ/2009 ...Baru..!!!

PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober PERUBAHAN PER-31/PJ/2009


Definisi Bukan Pegawai

Bukan pegawai merupakan penerima penghasilan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

Jenis Penghasilan Yang Diterima Bukan Pegawai
Antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dengan bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.


Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Untuk bukan pegawai, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan dan memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009)
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari atas Jumlah Kumulatif dari Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperoleh bukan pegawai, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya (memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009)

Rumus :
PPh Ps 21 = Tarif x {(50% x Jumlah Penghasilan Bruto) - PTKP}

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh soal: (klik digambar untuk memperbesar)



Jawaban : (klik digambar untuk memperbesar)




• Untuk bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan

Rumus:
PPh Ps 21 = Tarif x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh soal:
(klik digambar untuk memperbesar)




Untuk bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Kumulatif dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009 yaitu :
Penerima penghasilan bukan pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya

Rumus:
PPh Ps 21 = Tarif x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh Soal :(klik digambar untuk memperbesar)



Jawaban:
(klik digambar untuk memperbesar)



Keterangan :

*) Jumlah Kumulatif :

Dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya

Pengertian Berkesinambungan :
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan

PMK-83/PMK.03/2009 - Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Karyawan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 83/PMK.03/2009

TENTANG

PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI SERTA
PENGGANTIAN ATAU IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN DI DAERAH TERTENTU DAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN PEKERJAAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO PEMBERI KERJA


Sebagai pelaksanaan dari Pasal 9 ayat (1) huruf e UU nomor 36 Tahun 2008, maka diterbitkan PMK-83/PMK.03/2009.

Bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf e :
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf e
Namun, dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya:
1. penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah terpencil;
2. pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan untuk awak kapal dan yang sejenisnya; dan
3. pemberian atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.


Pelaksanaan Pasal 9 ayat (1) huruf e, PMK-83/PMK.03/2009

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Pegawai adalah seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan komisaris.

Pasal 2

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah :
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

Pasal 3

Pengeluaran untuk penyediaan makanan dan/atau minuman bagi Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.

Pasal 4

(1) Penggantian atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :
a. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
b. pelayanan kesehatan;
c. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
d. peribadatan;
e. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
f. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.
(2) Daerah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.
(3) Pengeluaran untuk pembangunan sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 5

Pemberian natura dan kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis tata cara pemberian dan penetapan besaran kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai, kriteria dan tata cara penetapan daerah tertentu, dan batasan mengenai sarana dan fasilitas di lokasi kerja, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 7

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000 tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Dan Penggantian Atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan Atau Jasa Yang Diberikan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Serta Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 UNTUK PESERTA KEGIATAN

1. Definisi Peserta Kegiatan
Adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu termasuk mengikuti rapat, siding, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.

Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
5. peserta kegiatan lainnya

2. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa :
- uang saku;
- uang representasi;
- uang rapat;
- honorarium;
- hadiah atau penghasrgaan denagn nama dan dalam bentuk apapun; dan
- imbalan sejenis dengan nama apapun

3. Pemotong PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 adalah penyelenggara kegiatan, termasuk didalamnya :
- badan pemerintah;
- organisasi yang bersifat nasional dan internasional;
- perkumpulan;
- orang pribadi; serta
- lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapaun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan


4. Tarif PPh Pasal 21
Tarif yang dikenakan atas Imbalan kepada peserta kegiatan adalah
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap kali pembayaran. yang bersifat utuh dan tidak dipecah yang diterima peserta kegiatan..

5. Dasar Hukum
UU No 36 Tahun 2008, PMK-252/PMK.03/2008 dan PER-31/PJ/2009


Contoh :

Taufik Hidayat adalah pemain bulutangkis professional. Dia bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp 200juta.

PPh ps 21 yang terutang adalah sebesar Rp 25.000.000,-
Perhitungannya :
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15% x Rp 150.000.000,- = Rp 22.500.000,-