SE- 80/PJ/2009
TENTANG
PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pelaksanaan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh Final) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP real estat), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat dilakukan :
a. paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran,dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran ;
b. sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak .
2. Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang .
3. Dalam hal pembayaran atau angsuran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum 1 Januari 2009 dan penjualan atas pengalihan tersebut belum diakui sebagai penghasilan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tersebut sampai dengan 31 Desember 2008 maka PPh Final atas pembayaran atau angsuran tersebut harus dibayar sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang .
4. Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dapat dilakukan oleh cabang . Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh .
5. Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)IJoint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .
6. Dalam hal PPh Final sebagaimana dimaksud dalam butir 5 telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipindahbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .
7. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
a. Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP Badan real estat) apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2009 ;
2) penghasilan atas pengalihan hak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi ;
3) permohonan diajukan oleh WP Badan real estat yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan disertai lampiran berupa daftar tanah dan/atau bangunan sesuai format yang ditetapkan yang diisi dengan lengkap meliputi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli tanah dan/atau bangunan.
b. Sehubungan dengan nama dan NPWP pembeli yang tercantum dalam SKB sebagaimana dimakud pada huruf a, ditegaskan bahwa :
1) NPWP pembeli wajib dicantumkan dalam permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan pembeli tersebut tidak wajib memiliki NPWP ;
2) nama pembeli yang tercantum dalam permohonan SKB adalah pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) ;
3) dalam hal terjadi perubahan PPJB sehingga WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari perubahan PPJB tersebut, maka SKB hanya dapat diterbitkan apabila WP Badan real estat dapat membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi .
Jenis dan Macam Pajak di Indonesia
Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Semoga menambah wawasan kita. Amien
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Semoga menambah wawasan kita. Amien
Stimulus Fiskal 2010 Masih Dibutuhkan
Jumat, 14 Agustus 2009 07:59
Pemerintah diminta mempertahankan kebijakan stimulus fiskal pada 2010 untuk mengantisipasi pemulihan ekonomi negara lain yang dapat mengancam pelarian modal. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengingatkan pemerintah harus mewaspadai risiko pemburukan ekonomi akibat pelarian modal pada Agustus 2010.
Untuk itu, pemerintah harus lebih fokus pada upaya memperkuat ketahanan ekonomi domestik dengan melanjutkan kebijakan stimulus fiskal dengan implementasi yang lebih baik daripada tahun ini.
"Pada tahun ini, problem Indonesia tidak akan rumit, tapi pada Agustus 2010 patut diwaspadai. Sekarang investasi masih masuk ke Indonesia, tapi kalau negara lain recover, dana ini bisa lari," jelasnya dalam seminar kajian tengah tahun Indef bertajuk Krisis Keuangan, Stimulus Fiskal, dan Ketahanan Ekonomi, kemarin.
Dia mengatakan stimulus fiskal di sebagian besar negara di dunia tidak hanya dilakukan pada saat krisis ekonomi melanda, tetapi juga didesain untuk menciptakan dampak positif hingga jangka panjang. Indonesia perlu meniru ini, salah satunya dalam bentuk stimulus infrastruktur yang wajib dilakukan untuk 5 tahun ke depan.
"Juga harus ada stimulus terhadap industri yang akan dikembangkan. Stimulus fiskal juga perlu dialokasikan untuk penciptaan entrepreneur baru."
Dalam RAPBN 2010, pemerintah tidak mengalokasikan stimulus fiskal seperti pada APBN 2009 yang dianggarkan Rp73,3 triliun. Dengan begitu, alokasi stimulus yang sebelumnya ada akan dihapus dan dikembalikan menjadi program reguler kementerian/lem-baga.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat menilai besaran defisit APBN 2010 perlu dinaikkan dari 1,6% menja-di 2% agar belanja stimulus fiskal bisa berlanjut pada tahun depan.
Menurut dia, fokus pelaksanaan stimulus fiskal lebih diarahkan pada belanja infrastruktur yang diyakini sangat efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira perlu alokasi khusus tambahan pada 2010. Kita sedang bicara dengan DPR, kalau perlu defisit anggaran ditambah jadi 2%. Sisanya diserahkan pada [sektor] infrastruktur," ujarnya seusai acara penganugerahan Annual Report Award 2008 Rabu malam.
Tambahan defisit 0,4% itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk menarik minat berinvestasi di Indonesia.
Cara ini mencontoh China yang mampu mendorong laju PDB hingga 7,9% pada kuartal 11/2009 dengan mengalokasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur.
"[Pembangunan infrastruk tur] Itu adalah salah satu daya tarik orang untuk investasi, terutama di daerah."
Di sisi lain. Hidayat mengkritisi lambatnya penyerapan APBN 2009 yang lebih dise babkan oleh faktor birokrasi. Untuk itu, pemerintah harus terus menjalankan reformasi birokrasi dengan benar.
Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonominasiona] pada tahun ini bisa mencapai garis tengah target pemerintah 4%-4,5% atau sekitar 4,25%. Kondisi ini bisa terjadi karena perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan permintaan domestik.
Optimisme naik
Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4% pada kuartal 11/2009 membawa optimisme baru bagi semua pihak karena lebih baik dari ekspektasi semula 3,8%.
"Bisa terjadi lebih dari 4% walaupun enggak jauh, tapi bisa mungkin sedikit agak di tengah [antara 4%-4,5%],"
Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin menguat 49,132 poin (2,09%) ke level 2.396,49 setelah pada sesi pertama sempat menyentuh level 2.408,88. Nilai transaksi mencapai Rp8,12 triliun dengan pembelian bersih asing Rp80 miliar.
Sementara itu, rupiah pada perdagangan pukul 15.59 WIB menyentuh Rp9.950 per dolar AS, atau menguat tipis dibandingkan dengan waktu yang sama sehari sebelumnya, yaitu Rp9.995 per dolar AS.
Analis PT Panin Sekuritas Tbk Purwoko Sartono mengatakan kenaikan bursa saham nasional kali ini sejalan dengan pergerakan bursa kawa-san yang merespons pernyataan The Fed.
"Investor domestik merespons positif pernyataan The Fed yang mengindikasikan ekonomi dunia terus pulih sehingga harga minyak mentah dunia dan mayoritas bursa dunia menguat," tuturnya kepada Bisnis.
Rapat Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC) kemarin juga memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 0%-0,25%. Pernyataan The Fed tersebut mendongkrak harga minyak mentah dunia sebesar 2,18%, atau US$1,53 per barel ke level harga US$71,69.
Indeks Morgan Stanley Capital kawasan Asia Pasifik menguat 1,5% menjadi 112,81. Bursa Shanghai merespons dengan kenaikan 0,89%, Nikkei-225 tumbuh 0,79%. dan Hang Seng terangkat 2,08%.
Di Indonesia, seluruh indeks sektoral menguat, terutama sektor pertambangan dan perkebunan yang masing-masing melonjak 4,32% dan 3,79%.
Indeks LQ-45 naik 2,26%, diikuti Jakarta Islamic Index (JII) yang tumbuh 2,59%, dan indeks BISNIS-27 menguat 1,98%.
Sumber : Bisnis Indonesia
Pemerintah diminta mempertahankan kebijakan stimulus fiskal pada 2010 untuk mengantisipasi pemulihan ekonomi negara lain yang dapat mengancam pelarian modal. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengingatkan pemerintah harus mewaspadai risiko pemburukan ekonomi akibat pelarian modal pada Agustus 2010.
Untuk itu, pemerintah harus lebih fokus pada upaya memperkuat ketahanan ekonomi domestik dengan melanjutkan kebijakan stimulus fiskal dengan implementasi yang lebih baik daripada tahun ini.
"Pada tahun ini, problem Indonesia tidak akan rumit, tapi pada Agustus 2010 patut diwaspadai. Sekarang investasi masih masuk ke Indonesia, tapi kalau negara lain recover, dana ini bisa lari," jelasnya dalam seminar kajian tengah tahun Indef bertajuk Krisis Keuangan, Stimulus Fiskal, dan Ketahanan Ekonomi, kemarin.
Dia mengatakan stimulus fiskal di sebagian besar negara di dunia tidak hanya dilakukan pada saat krisis ekonomi melanda, tetapi juga didesain untuk menciptakan dampak positif hingga jangka panjang. Indonesia perlu meniru ini, salah satunya dalam bentuk stimulus infrastruktur yang wajib dilakukan untuk 5 tahun ke depan.
"Juga harus ada stimulus terhadap industri yang akan dikembangkan. Stimulus fiskal juga perlu dialokasikan untuk penciptaan entrepreneur baru."
Dalam RAPBN 2010, pemerintah tidak mengalokasikan stimulus fiskal seperti pada APBN 2009 yang dianggarkan Rp73,3 triliun. Dengan begitu, alokasi stimulus yang sebelumnya ada akan dihapus dan dikembalikan menjadi program reguler kementerian/lem-baga.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat menilai besaran defisit APBN 2010 perlu dinaikkan dari 1,6% menja-di 2% agar belanja stimulus fiskal bisa berlanjut pada tahun depan.
Menurut dia, fokus pelaksanaan stimulus fiskal lebih diarahkan pada belanja infrastruktur yang diyakini sangat efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira perlu alokasi khusus tambahan pada 2010. Kita sedang bicara dengan DPR, kalau perlu defisit anggaran ditambah jadi 2%. Sisanya diserahkan pada [sektor] infrastruktur," ujarnya seusai acara penganugerahan Annual Report Award 2008 Rabu malam.
Tambahan defisit 0,4% itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk menarik minat berinvestasi di Indonesia.
Cara ini mencontoh China yang mampu mendorong laju PDB hingga 7,9% pada kuartal 11/2009 dengan mengalokasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur.
"[Pembangunan infrastruk tur] Itu adalah salah satu daya tarik orang untuk investasi, terutama di daerah."
Di sisi lain. Hidayat mengkritisi lambatnya penyerapan APBN 2009 yang lebih dise babkan oleh faktor birokrasi. Untuk itu, pemerintah harus terus menjalankan reformasi birokrasi dengan benar.
Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonominasiona] pada tahun ini bisa mencapai garis tengah target pemerintah 4%-4,5% atau sekitar 4,25%. Kondisi ini bisa terjadi karena perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan permintaan domestik.
Optimisme naik
Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4% pada kuartal 11/2009 membawa optimisme baru bagi semua pihak karena lebih baik dari ekspektasi semula 3,8%.
"Bisa terjadi lebih dari 4% walaupun enggak jauh, tapi bisa mungkin sedikit agak di tengah [antara 4%-4,5%],"
Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin menguat 49,132 poin (2,09%) ke level 2.396,49 setelah pada sesi pertama sempat menyentuh level 2.408,88. Nilai transaksi mencapai Rp8,12 triliun dengan pembelian bersih asing Rp80 miliar.
Sementara itu, rupiah pada perdagangan pukul 15.59 WIB menyentuh Rp9.950 per dolar AS, atau menguat tipis dibandingkan dengan waktu yang sama sehari sebelumnya, yaitu Rp9.995 per dolar AS.
Analis PT Panin Sekuritas Tbk Purwoko Sartono mengatakan kenaikan bursa saham nasional kali ini sejalan dengan pergerakan bursa kawa-san yang merespons pernyataan The Fed.
"Investor domestik merespons positif pernyataan The Fed yang mengindikasikan ekonomi dunia terus pulih sehingga harga minyak mentah dunia dan mayoritas bursa dunia menguat," tuturnya kepada Bisnis.
Rapat Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC) kemarin juga memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 0%-0,25%. Pernyataan The Fed tersebut mendongkrak harga minyak mentah dunia sebesar 2,18%, atau US$1,53 per barel ke level harga US$71,69.
Indeks Morgan Stanley Capital kawasan Asia Pasifik menguat 1,5% menjadi 112,81. Bursa Shanghai merespons dengan kenaikan 0,89%, Nikkei-225 tumbuh 0,79%. dan Hang Seng terangkat 2,08%.
Di Indonesia, seluruh indeks sektoral menguat, terutama sektor pertambangan dan perkebunan yang masing-masing melonjak 4,32% dan 3,79%.
Indeks LQ-45 naik 2,26%, diikuti Jakarta Islamic Index (JII) yang tumbuh 2,59%, dan indeks BISNIS-27 menguat 1,98%.
Sumber : Bisnis Indonesia
SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), SPT PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Baru..!!! Mulai Oktober 2009
Telah terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 mengenai SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 baru, yang mulai berlaku 1 Nopember 2009
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009
mencabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2009
Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta bukti Pemotongan/Pemungutannya
Download (sesuai PER-53/PJ/2009):
SPT Masa PPh Ps 23/26 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 22 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 15 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 4 ayat 2 - versi Excel
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009
mencabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2009
Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta bukti Pemotongan/Pemungutannya
Download (sesuai PER-53/PJ/2009):
SPT Masa PPh Ps 23/26 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 22 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 15 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 4 ayat 2 - versi Excel
Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.
Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh dan ;
b. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.
Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan
Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh dan ;
b. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya