Pelatihan Pengisian PPh Pasal 21 Tahun 2009

Workshop Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009 Sesuai PER-31/PJ/2009 dan ;
SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang berlaku mulai MASA JULI 2009..!!

WAKTU :
Batch 1, 20 Juni 2009
Batch 2, 11 Juli 2009
Batch 3, 25 Juli 2009

TEMPAT :
GrandKemang, Hotel (Tempat Terbatas...!!!)
Jl. Kemang Raya 2H
Kebayoran Baru
Jakarta 12730




HARGA :
Normal Rp 1.300.000,- /peserta, termasuk makan siang, 2 kali snack,
sertifikat, bahan modul,
++ FREE SOFTWARE e-SPT versi TERBARU

KHUSUS :
Peserta 2 orang dari satu perusahaan/instansi : Rp. 1.100.000,-/peserta

LATAR BELAKANG
1. Seiring dengan telah terbitnya 2(dua) Undang-Undang Perpajakan Baru,
sampai saat ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak karena

kurangnya pemahaman mengenai Undang-Undang Baru tersebut.

2. Banyaknya perubahan aturan mengenai Pemotongan PPh Pasal 21 mulai tahun
pajak 2009. Perubahan tersebut antara lain:
- Penghitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap, Pegawai tidak tetap dan Bukan

Pegawai;
- PTKP, Biaya Jabatan, Biaya Pensiun;
- Tarif PPh;
- Tidak ber-NPWP dipotong Tarif lebih tinggi;
- PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (Stimulus PPh untuk karyawan);
- SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang harus dibuat mulai masa JULI 2009.

TARGET :
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan para peserta :
1. Dapat memahami dengan benar Undang-Undang KUP baru dan Undang-Undang PPh Baru sehingga tidak akan terjadi kesalahan penerapan didalam praktek.
2. Dapat memahami teknis penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2009 dan dapat
melakukan pengisian SPT PPh Masa dengan mudah dengan menggunakan program eSPT PPh Masa versi terbaru..

MATERI :

1. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang KUP baru (UU Nomor 28 Tahun 2007)
- Penambahan Definisi
- Nomor Pokok Wajib Pajak
- Surat Pemberitahuan (SPT)
- Sanksi Administrasi
- Keberatan dan Banding
- dan sebagainya


2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPh Baru (UU Nomor 36 Tahun 2008)
- Subjek Pajak dan Objek Pajak
- PTKP, Tarif Pajak
- Biaya Pengurang Penghasilan Bruto
- Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Pemotongan dan Pemungutan (PPh Pasal 21, 22, 23, 26)
- dan sebagainya

3. Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009
- Pegawai Tetap (ekspatriat, karyawan meninggal, mulai kerja tengah tahun

dan Lain-lain)
- Pegawai Tidak Tetap/ Lepas (harian, mingguan, borongan, dan lain-lain)
- Bukan Pegawai (distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang
dagangan dan lain-lain)
- Tenaga Ahli (dokter, notaris, pengacara dan lain-lain)
- Pesangon

4. Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 Baru - sesuai PER-32/PJ/2009;
- SPT Induk 1721
- SPT 1721-I
- SPT 1721-II
- SPT 1721-T
- Bukti Potong PPh Ps 21 Final
- Bukti Potong PPh Ps 21 Non Final

5. Diskusi Interaktif

Info Lebih Lanjut Hubungi Kami :

TRAIN4BEST

Consulting, Training dan Assessment
Jl. Duren Tiga Barat 1 No. 1
Jakarta 12760

Phone : 021-98265288 / 96323283 (Dwi / Tuti / Lina)
Fax : 021-7946480
Email : info@train4best.com

Daftar Tarif PPh Pasal 23 Baru Tahun 2009



Daftar Lengkap Tarif PPh Pasal 23 Baru Tahun 2009

a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
1.
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
2.
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
3.
royalti; dan
4.
hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;

b. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
1.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2); dan
2. imbalan sehubungan dengan:
• jasa teknik,
• jasa manajemen,
• jasa konstruksi,
• jasa konsultan,
• Jasa penilai (appraisal);
• Jasa aktuaris;
• Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
• Jasa perancang (design);
• Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan
gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
• Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
• Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
• Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
• Jasa penebangan hutan;
• Jasa pengolahan limbah;
• Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
• Jasa perantara dan/atau keagenan;
• Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang
dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
• Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
• Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
• Jasa mixing film;
• Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
• Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
• Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau
bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
• Jasa maklon;
• Jasa penyelidikan dan keamanan;
• Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
• Jasa pengepakan;
• Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
• Jasa pembasmian hama;
• Jasa kebersihan atau cleaning service;
• Jasa catering atau tata boga.

Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tariff pemotongan adalah lebih tinggi
100% (seratus persen) daripada tarif normal



Daftar Tarif PPh Pasal 21 Baru Tahun 2009



Berapa Tarif PPh Pasal 21 di tahun 2009 untuk :

a. Pegawai Tetap

b. Penerima Pensiun yang dibayarkan secara bulanan

c. Pegawai tidak tetap atau tenaga lepas, yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan sepanjang yg dibayarkan secara bulanan.

d. Pegawai tidak tetap atau tenaga lepas, meliputi pegawai upah harian, pegawai upah mingguan, pegawai upah satuan, pegawai upah borongan sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, dalam hal penghasilan kumulatif 1 bulan melebihi Rp 6.000.000,-

e. Pegawai tidak tetap atau tenaga lepas, meliputi pegawai upah harian, pegawai upah mingguan, pegawai upah satuan, pegawai upah borongan sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan.
- Penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,-
- Penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,-
- Penghasilan kumulatif 1 bulan melebihi Rp 1.320.000,-

f. Bukan Pegawai.
- Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh pembayaran sehubungan dengan penyelesaian suatu pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya tidak berkesinambungan
- Pembayaran yang diterima oleh peserta kegiatan (termasuk peserta rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan keikutsertaannya dalam kegiatan.
- Imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan sebenarnya yang diterima bukan pegawai pajak.
- Penghasilan yang diterima bukan pegawai atas :
(i) distributor MLM atau direct selling
(ii) petugas dinas luar asuransi yang tidak bersatus peg tetap
(iii) penjaja barang dagangan yg berstatus bukan pegawai
(iv) penerima penghasilan bukan pegawai yg menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 tahun kalender

g. Anggota Dewan Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas yg bukan pegawai tetap, yg menerima honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur

h. Mantan pegawai yg menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur

i. Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yg masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menkeu.

j. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya

anda dapat download disini.
File yang anda download berbentuk matriks, sehingga memudahkan anda untuk menentukan berapa tarif PPh Pasal 21 untuk penerima penghasilan yang dimaksud.

Tarif PPh Pasal 21 tahun 2009 - Klik Disini

Dasar Hukum :
- UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
- PMK-252/PMK.03/2008 - klik disini
-
PMK-250/PMK.03/2008 - klik disini
-
PMK-254/PMK.03/2008 - klik disini
- PER-31/PJ/2009 - klik disini


Training penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2009

Workshop Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009 Sesuai PER-31/PJ/2009 dan ;
SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang berlaku mulai MASA JULI 2009..!!

WAKTU :
Batch 1, 20 Juni 2009
Batch 2, 11 Juli 2009
Batch 3, 25 Juli 2009

TEMPAT :
GrandKemang, Hotel (Tempat Terbatas...!!!)
Jl. Kemang Raya 2H
Kebayoran Baru
Jakarta 12730




HARGA :
Normal Rp 1.300.000,- /peserta, termasuk makan siang, 2 kali snack,
sertifikat, bahan modul,
++ FREE SOFTWARE e-SPT versi TERBARU

KHUSUS :
Peserta 2 orang dari satu perusahaan/instansi : Rp. 1.100.000,-/peserta

LATAR BELAKANG
1. Seiring dengan telah terbitnya 2(dua) Undang-Undang Perpajakan Baru,
sampai saat ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak karena

kurangnya pemahaman mengenai Undang-Undang Baru tersebut.

2. Banyaknya perubahan aturan mengenai Pemotongan PPh Pasal 21 mulai tahun
pajak 2009. Perubahan tersebut antara lain:
- Penghitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap, Pegawai tidak tetap dan Bukan

Pegawai;
- PTKP, Biaya Jabatan, Biaya Pensiun;
- Tarif PPh;
- Tidak ber-NPWP dipotong Tarif lebih tinggi;
- PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (Stimulus PPh untuk karyawan);
- SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang harus dibuat mulai masa JULI 2009.

TARGET :
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan para peserta :
1. Dapat memahami dengan benar Undang-Undang KUP baru dan Undang-Undang PPh Baru sehingga tidak akan terjadi kesalahan penerapan didalam praktek.
2. Dapat memahami teknis penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2009 dan dapat
melakukan pengisian SPT PPh Masa dengan mudah dengan menggunakan program eSPT PPh Masa versi terbaru..

MATERI :

1. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang KUP baru (UU Nomor 28 Tahun 2007)
- Penambahan Definisi
- Nomor Pokok Wajib Pajak
- Surat Pemberitahuan (SPT)
- Sanksi Administrasi
- Keberatan dan Banding
- dan sebagainya


2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPh Baru (UU Nomor 36 Tahun 2008)
- Subjek Pajak dan Objek Pajak
- PTKP, Tarif Pajak
- Biaya Pengurang Penghasilan Bruto
- Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Pemotongan dan Pemungutan (PPh Pasal 21, 22, 23, 26)
- dan sebagainya

3. Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009
- Pegawai Tetap (ekspatriat, karyawan meninggal, mulai kerja tengah tahun

dan Lain-lain)
- Pegawai Tidak Tetap/ Lepas (harian, mingguan, borongan, dan lain-lain)
- Bukan Pegawai (distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang
dagangan dan lain-lain)
- Tenaga Ahli (dokter, notaris, pengacara dan lain-lain)
- Pesangon

4. Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 Baru - sesuai PER-32/PJ/2009;
- SPT Induk 1721
- SPT 1721-I
- SPT 1721-II
- SPT 1721-T
- Bukti Potong PPh Ps 21 Final
- Bukti Potong PPh Ps 21 Non Final

5. Diskusi Interaktif

Info Lebih Lanjut Hubungi Kami :

TRAIN4BEST

Consulting, Training dan Assessment
Jl. Duren Tiga Barat 1 No. 1
Jakarta 12760

Phone : 021-98265288 / 96323283 (Dwi / Tuti / Lina)
Fax : 021-7946480
Email : info@train4best.com

Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009

Workshop Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009 Sesuai PER-31/PJ/2009 dan ;
SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang berlaku mulai MASA JULI 2009..!!

WAKTU :
Batch 1, 20 Juni 2009
Batch 2, 11 Juli 2009
Batch 3, 25 Juli 2009

TEMPAT :
GrandKemang, Hotel (Tempat Terbatas...!!!)
Jl. Kemang Raya 2H
Kebayoran Baru
Jakarta 12730




HARGA :
Normal Rp 1.300.000,- /peserta, termasuk makan siang, 2 kali snack,
sertifikat, bahan modul,
++ FREE SOFTWARE e-SPT versi TERBARU

KHUSUS :
Peserta 2 orang dari satu perusahaan/instansi : Rp. 1.100.000,-/peserta

LATAR BELAKANG
1. Seiring dengan telah terbitnya 2(dua) Undang-Undang Perpajakan Baru,
sampai saat ini masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh Wajib Pajak karena

kurangnya pemahaman mengenai Undang-Undang Baru tersebut.

2. Banyaknya perubahan aturan mengenai Pemotongan PPh Pasal 21 mulai tahun
pajak 2009. Perubahan tersebut antara lain:
- Penghitungan PPh Ps 21 Pegawai Tetap, Pegawai tidak tetap dan Bukan

Pegawai;
- PTKP, Biaya Jabatan, Biaya Pensiun;
- Tarif PPh;
- Tidak ber-NPWP dipotong Tarif lebih tinggi;
- PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (Stimulus PPh untuk karyawan);
- SPT Masa PPh Ps 21 Baru sesuai PER-32/PJ/2009 yang harus dibuat mulai masa JULI 2009.

TARGET :
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan para peserta :
1. Dapat memahami dengan benar Undang-Undang KUP baru dan Undang-Undang PPh Baru sehingga tidak akan terjadi kesalahan penerapan didalam praktek.
2. Dapat memahami teknis penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2009 dan dapat
melakukan pengisian SPT PPh Masa dengan mudah dengan menggunakan program eSPT PPh Masa versi terbaru..

MATERI :

1. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang KUP baru (UU Nomor 28 Tahun 2007)
- Penambahan Definisi
- Nomor Pokok Wajib Pajak
- Surat Pemberitahuan (SPT)
- Sanksi Administrasi
- Keberatan dan Banding
- dan sebagainya


2. Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPh Baru (UU Nomor 36 Tahun 2008)
- Subjek Pajak dan Objek Pajak
- PTKP, Tarif Pajak
- Biaya Pengurang Penghasilan Bruto
- Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Pemotongan dan Pemungutan (PPh Pasal 21, 22, 23, 26)
- dan sebagainya

3. Penghitungan PPh Pasal 21 Tahun 2009
- Pegawai Tetap (ekspatriat, karyawan meninggal, mulai kerja tengah tahun

dan Lain-lain)
- Pegawai Tidak Tetap/ Lepas (harian, mingguan, borongan, dan lain-lain)
- Bukan Pegawai (distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang
dagangan dan lain-lain)
- Tenaga Ahli (dokter, notaris, pengacara dan lain-lain)
- Pesangon

4. Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21 Baru - sesuai PER-32/PJ/2009;
- SPT Induk 1721
- SPT 1721-I
- SPT 1721-II
- SPT 1721-T
- Bukti Potong PPh Ps 21 Final
- Bukti Potong PPh Ps 21 Non Final

5. Diskusi Interaktif

Info Lebih Lanjut Hubungi Kami :

TRAIN4BEST

Consulting, Training dan Assessment
Jl. Duren Tiga Barat 1 No. 1
Jakarta 12760

Phone : 021-98265288 / 96323283 (Dwi / Tuti / Lina)
Fax : 021-7946480
Email : info@train4best.com

BPHTB



OBJEK , SUBJEK dan WAJIB PAJAK BPHTB


A. OBJEK BPHTB
Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:

1. Pemindahan Hak karena :
a. Jual Beli
b. Tukar Menukar
c. Hibah
d. Hibah Wasiat
e. Waris
f. Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya
g. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan
h. Penunjukan pembeli dalam Lelang
i. Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
j. Penggabungan Usaha
k. Peleburan Usaha
l. Pemekaran Usaha
m. Hadiah

2 . Pemberian Hak Baru karena :
a. Kelanjutan Pelepasan Hak
b. Diluar Pelepasan Hak
Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Milik atas satuan Rumah Susun
f. Hak Pengelolaan

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu :


1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik
2. Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya
4. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF
6. Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH

B SUBJEK BPHTB
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.

C. WAJIB PAJAK BPHTB
Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.






TARIF, DASAR PENGENAAN
DAN CARA MENGHITUNG BPHTB


A. T A R I F
Sesuai pasal 5 UU BPHTB, tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %. Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.

B. DASAR PENGENAAN
Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 UU BPHTB.
Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2. Tukar Menukar = Nilai Pasar
3. Hibah = Nilai Pasar
4. Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5. Waris = Nilai Pasar
6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7. Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9. Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (3) UU BPHTB, bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


Selanjutnya didalam pasal 7 UU BPHTB, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang kemudian ditindaklanjuti lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian mengalami perubahan dan yang terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 tanggal 22 Februari 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 516/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Penentuan Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajaak Tidak Kena Pajak BPHTB. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2008 ini berisikan ketentuan sebagai berikut:


a. untuk perolehan hak karena waris , atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, ditetapkan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)


b. untuk perolehan hak Rumah Sederhana Sehat (RSH) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR bersubsidi, dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 7/PERMEN/M/2007 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman Dengan Dukungan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Sarusun Bersubsidi, ditetapkna sebesar Rp49.000.000,00 (empat puluh sembilan juta rupiah)


c. untuk perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka Program Peningkatan Sertifikasi Tanah untuk Memperkuat Penjaminan Kredit bagi Usaha Mikro dan Kecil, ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)


d. untuk perolehan hak selain perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)


e. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d


f. dalam hal NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf d lebih besar daripada NPOPTKP yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, maka NPOPTKP untuk perolehan hak sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan sama dengan NPOPTKP sebagaimana ditetapkan pada huruf d.


Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional, maksudnya adalah NPOPTKP tersebut ditetapkan per daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) dengan mempertimbangkan usulan dari Kepala Daerah yang bersangkutan.



C. CARA MENGHITUNG BPHTB
Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah :
BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP

Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sumarno membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,- Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah :
5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil
atau dengan kata lain Bapak Sumarno tidak terutang BPHTB.

2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Ali membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Ali tersebut adalah :
5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-







PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS, HIBAH WASIAT
DAN PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN



A. PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
Sesuai dengan bunyi pasal 3 ayat (2) UU BPHTB pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah terbit Peraturan Pemerintah No: 111/2000, tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :


1. BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang.
2. Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
3. Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak.
4. Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :


a. Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri.
b. Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.

Contoh :
1. Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp325 juta – Rp250 juta) = Rp1.875.000,-


2. Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp300 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp300 juta – Rp50 juta ) = Rp6.250.000,-

3. Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Jannah” menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp800 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x ( Rp800 juta – Rp60 juta) = Rp18.500.000,-

B. PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN
Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000 tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :


1. Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.


2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :


a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas
b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas.
c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan
d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar
e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

Contoh :
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum Perumnas tersebut adalah :
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).


2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1 milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta







SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
SERTA TATA CARA PEMBAYARAN

A. SAAT TERUTANG PAJAK
Ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :
1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Hak
11. Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
12. Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
13. Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.

B. TEMPAT PAJAK TERUTANG :
Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan


C. TATA CARA PEMBAYARAN
Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 2 April 2001 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut :


a. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak.
b. Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea ( SSB ) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk
c. SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan


Kewajiban Bayar pada saat :
1. Dibuat & ditandatanganinya Akta
2. Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat
3. Ditunjuknya pemenang Lelang
4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru
5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap








TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

A. TATA CARA PENETAPAN
Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut :
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan


Contoh :
Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003 dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,-
Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- ?

Jawab :
1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah :
5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 :
5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-
BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,-
BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,-
SKBKB = Rp 2.600.000,-
3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 :
5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,-
BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,-
BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-
Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,-
SKBKBT = Rp 5.000.000,-

B. TATA CARA PENAGIHAN
Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila :
1. Pajak terutang tidak/kurang bayar
2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar
3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga
maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding merupakan Dasar Penagihan Pajak.
Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu) bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan SURAT PAKSA.







KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN


A. KEBERATAN

Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Diajukan oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP Pratama atas : SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN ;
2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri :
a.Copy SSB ;
b.Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
c.Copy Akta/Risalah Lelang / SK Pemberian Hak / Putusan Hakim
d.Copy identitas
3. Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak diterimanya SK oleh wajib pajak

4. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap sebagai surat keberatan dan tidak dipertimbangkan
5. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak

6. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak, lewat waktu dianggap diterima

7. Keputusan dapat berupa :
a. mengabulkan seluruhnya / sebagian
b. menolak, atau
c. menambah besar pajak terutang

8. Wajib Pajak yang tidak setuju atas keputusan keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( sekarang Pengadilan Pajak )

B. B A N D I N G
Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat disarikan sebagai berikut :
· Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK Keputusan Keberatan
· Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak
· Bila Keberatan dan Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga 2%/bulan maksimum 24 bulan yang dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar

C. PENGURANGAN
Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian dijabarkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13 Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut :


1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :


a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan ekonomis mendapat pengurangan sebesar 75%
b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan sebesar 50%
c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS langsung dari pengembang dan membayar secara angsuran mendapat pengurangan sebesar 25%
d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan kebawah mendapat pengurangan sebesar 50%

2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu :


a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah NJOP mendapat pengurangan sebesar 50%.
b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat pengurangan sebesar 50%
c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah, mendapat pengurangan sebesar 75%

d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar 100%
e. WP Badan melakukan Merger atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan pengunaan Nilai Buku dlm rangka penggabungan atau peleburan usaha tersebut dari Dirjen Pajak, mendapat pengurangan sebesar 50%
f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi karena bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penandatanganan Akta, mendapat pengurangan sebesar 50%
g. WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya) yang memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, mendapat pengurangan 75%
h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaaan perumahan bagi anggota Korpri/PNS, mendapat pengurangan sebesar 100%
i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%.
j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui program pemerintah di bidang pertanahan atau WP yang objek pajaknya terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang tsunami di Propinsi NAD dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan sebesar 100%.
k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.
l. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.

3. Tanah dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 50%

4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi berlangsung digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%.






TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN
1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP / Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran :
a. Fotokopi Surat Setoran Bea ( SSB )
b. Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Kep.Pemberian Hak Baru / Putusan Hakim
c. Fotokopi identitas
d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa
e. Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak
2. Permohonan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran
3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh Notaris/PPAT
4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam Berita Acara
5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan

KEPUTUSAN PENGURANGAN
1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima. Keputusan oleh Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4 bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam) bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan.


2. Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak
3. Wewenang Keputusan :
a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama
b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP
c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak






PENGURANGAN YANG DIHITUNG SENDIRI OLEH WP

Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “ pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut , maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali





RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA
SERTA PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB


A. RESTITUSI DAN IMBALAN BUNGA


Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Sebab-sebab Restitusi :
a. Pajak dibayar > pajak terutang yang disebabkan oleh :
- Permohonan pengurangan dikabulkan
- Permohonan keberatan dikabulkan
- Permohonan banding dikabulkan
- Perobahan peraturan
b. Pajak dibayar tidak seharusnya terutang

2.Tata Cara Pengajuan Restitusi dan Imbalan Bunga
a. Permohonan restitusi diajukan oleh WP dalam bahasa Indonesia dengan alasan dan dilampiri :
1) Asli Surat Setoran Bea ( SSB )
2) Fotokopi SK Keberatan / Banding / Pengurangan
3) Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Keputusan Hak Baru / Putusan Hakim
4) Fotokopi identitas Wajib Pajak

b. Yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan dan tidak dipertimbangkan
c. Berdasarkan pemeriksaan atas permohonan, KPPBB/KPP Pratama menerbitkan :
1) SKBLB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP ternyata lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
2) SKBN apabila jumlah pajak yang dibayar oleh WP sama besarnya dengan jumlah pajak yang terutang
3) SKBKB apabila jumlah pajak yang telah dibayar oleh WP lebih kecil dari jumlah pajak terutang
d. Keputusan dalam waktu 12 bulan sejak terima permohonan apabila waktu 12 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan paling lambat 1 bulan setelah 12 bulan harus terbit SKBLB dan apabila penerbitan SKBLB lewat waktu maka WP mendapat bunga 2% per bulan dihitung sejak lewat waktu sampai dengan terbit SKBLB.
e. Berdasarkan SKBLB harus diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB) yang dikirim ke : WP, BO, KPKN dan Kanwil DJP.
f. Dalam waktu 2 bulan setelah SKBLB harus diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran BPHTB ( SPMKPB ), lewat dari waktu yang ditentukan tersebut WP dapat bunga 2% per bulan.
g. Atas imbalan bunga diterbitkan Surat Ketetapan Imbalan Bunga ( SKIB ) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga ( SPMIB )

B. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB
Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam pasal 23 Undang-undang BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No:519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut :


1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan.


2. Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut :
a.16% untuk Daerah Propinsi
b.64% untuk Daerah Kabupaten/Kota
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 04/PMK.07/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU). Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara mingguan.


Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan: 1)asli rekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah; dan 2)fotokopi keputusan kepala daerah mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.







KEWAJIBAN, PELAPORAN DAN SANKSI

A. KEWAJIBAN PEJABAT
Ketentuan bagi pejabat diatur dalam pasal 24 Undang-undang BPHTB yang mengatur tentang kewajiban bagi pejabat yang berkaitan dengan pelaksanaan BPHTB yaitu :


1. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT) / Notaris hanya dapat menandatangani Akta pada saat WP menyerahkan Surat Setoran BPHTB (SSB) dengan menyerahkan fotokopi dan menunjukkan aslinya.
2. Pejabat Lelang hanya dapat menanda tangani Risalah Lelang pada saat WP menyerahkan SSB.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat menandatangani dan menerbitkan SK dimaksud pada saat WP menyerahkan SSB.
4. Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris/hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat WP menyerahkan SSB.

B. PELAPORAN
Masalah pelaporan pelaksanaan BPHTB diatur dalam pasal 25 Undang-undang BPHTB yang mengatur hal-hal sebagai berikut :


1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) /Notaris, Kepala Kantor Lelang wajib menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan SSB kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama
2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota memberitahukan perolehan hak atas tanah karena pemberian hak baru kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama disertai salinan SSB.
3. Laporan/Pemberitahuan disampaikan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, bila libur hari kerja berikutnya.



C. S A N K S I
Sanksi yang dikenakan kepada para pejabat terkait diatur dalam pasal 26 Undang-undang BPHTB sebagai berikut :


1. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / Notaris / Kepala Kantor Lelang yang melanggar ketentuan Kewajiban Bagi Pejabat, dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.7.500.000,- setiap pelanggaran dan denda sebesar Rp.250.000,- untuk setiap laporan.


2. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang melanggar ketentuan bagi pejabat dikenakan sanksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30/80) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.




Pemeriksaan Pajak

Dasar Hukum
SE-10/PJ.04/2008 Tentang Kebijakan pemeriksaan
PER-19/PJ/2008 Tentang Petunjuk Pelakanaan Pemeriksaan Lapangan - klik disini
PER-20/PJ/2008 Tentang Petunjuk Pelakanaan Pemeriksaan Kantor - klik disini

Tujuan Pemeriksaan
- Tujuan pemeriksaan adalah Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
- Dilakukan dengan menguji kebenaran SPT, pembukuan dan pemenuhan kewajiban pajak lain kemudian dibandingkan dengan kegiatan usaha, pekerjaan bebas dan keadaan sebenarnya dari Wajib Pajak
- Hasil pengujian kepatuhan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan, dan diikuti penerbitan Surat Ketetapan.

Ruang Lingkup Pemeriksaan
- Merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode dari pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan.
- Pemeriksaan meliputi atas satu, beberapa atau seluruh jenis pajak baik untuk satu masa, beberapa masa, satu tahun atau bebrapa tahun terkait.

Jenis Pemeriksaan
- Terdapat dua jenis pemeriksaan, yaitu :
a.
Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain.
b.
Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak
Semakain tinggi resiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, pemeriksaannya dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan.

Kriteria Pemeriksaan
- Kriteria pemeriksaan merupakan alas an atau dasar dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.
- Ada 2 kriteria pemeriksaan :
a.
Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh UU.
b.
Pemeriksaan Khusus, merupakan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan sebab-sebab khusus.
Berdasarkan analisa resiko internal, yaitu dari hasil analisa internal KPP
Berdasarkan analisa resiko eksternal, yaitu dari adanya pengaduan masyarakat, adanya data dari pihak ketiga, atau sebab lain

Jangka Waktu Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan Lapangan
Adalah 4 bulan dan dpat diperpanjang menjadi paling lama 8 bulan.
Kecuali untuk pemeriksaan SPT lebih bayar
Apabila terkait dengan transfer pricing, pemeriksaan dapat diperpanjang hingga 2 tahun

b. Pemeriksaan Kantor
adalah 3 bulan dan dapat diperpanjang sampai dengan 6 bulan
apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing maka status pemeriksaan dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan

Perluasan Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat diperluas untuk tahun-tahun pajak sebelumnya yang menyatakan rugi
(sepanjang tahun pajak ybs belum dilakukan pemeriksaan)



SPT Tahunan OP Terlambat Lapor, Tidak Dikenakan Sanksi..!!

SPT Tahunan Orang Pribadi 2008 dibebaskan dari Sanksi Administrasi Keterlambatan.


syarat :
- atas NPWP yang terdaftar dari tgl 1 Januari 2008 s.d 31 Maret 2009
- berlaku hanya sampai tanggal 31 Desember 2009 , artinya pelaporan SPT yang
dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2009 akan dikenakan sanksi keterlambatan lapor


Selengkapnya :





Wajib pajak orang pribadi yang telat menyerahkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak bisa bebas dari denda Rp 100 ribu. Syaratnya, wajib pajak orang pribadi tersebut baru membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada masa awal tahun 2008 hingga akhir Maret 2009.


Hal ini dikatakan oleh Dirjen Pajak Darmin Nasution dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (13/4/2009)."Denda Rp 100 ribu untuk wajib pajak orang pribadi karena keterlambatan penyampaian SPT ditiadakan tapi untuk NPWP yang dibuat awal 2008 sampai akhir Maret 2009," jelas Darmin.


Namun keterlambatan penyampaian SPT pajak hanya bisa ditolerir hingga akhir 2009, dari tenggat waktu seharusnya pada 31 Maret 2009. WP orang pribadi yang bersangkutan juga tetap berkewajiban membayar bunga sebesar 2% dari pajak yang dibayar.


Darmin menjelaskan, pembebasan dari denda Rp 100 ribu dilakukan karena masih banyak wajib pajak baru yang belum tahu mengenai kewajiban penyerahan SPT ini.


"Saya tegaskan bahwa SPT ini bisa diserahkan dimana saja, tidak harus di kantor pajak tempat dia terdaftar," ulang Darmin lagi.




Sumber : Detik Finance

LANGKAH-LANGKAH PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh BADAN 2009



Berikut kami sampaikan beberapa langkah mudah mengisi SPT tahunan PPh badan 2009

Langkah I, Mengumpulkan Data

• Kumpulkan data tentang semua penghasilan yang anda terima selama tahun 2009
• Kumpulkan semua data atas semua biaya yang telah anda keluarkan selama tahun 2009
• Kumpulkan bukti potong PPh 23 dan PPh Pasal 22 yang Anda terima/peroleh,
• Kumpulkan daftar Aktiva yang Anda miliki s/d 31-12-2009;
• Hitung Saldo hutang/pinjaman per 31-12-2009 ;
• Siapkan data Pengurus dan Komisaris lengkap dengan alamat dan NPWPnya.



Langkah II, Mengolah Data

• Mengidentifikasi apakah penghasilan tsb merupakan obyek PPh tidak final, obyek PPh final atau bukan merupakan obyek pajak
• Melakukan pemilahan mana biaya yang boleh dibiayakan di SPT Tahunan mana yang tidak boleh dikurangkan/ melakukan rekonsiliasi fiscal

Langkah III, Mengisi Form SPT Tahunan

• Baca buku petunjuk pengisian SPT Tahunan dengan cemat.
• Input ke dalam e-SPT PPh Tahunan, mulai dari lampiran.
• Isi terlebih dahulu Lampiran SPT sebelum mengisi Induk SPT.
• Bila diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan.
• Induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua:
- Satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak.
- Satu lembar untuk arsip Wajib Pajak.
• Angka-angka rupiah dalam SPT Tahunan berikut lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh.
• Ditandatangani oleh Wajib Pajak/pengurus atau kuasa.

Langkah IV, Siapkan Dana

Siapkan dana juga siapa tahu PPh Anda kurang bayar.


Lebih Jelasnya silakan KLIK DISINI


Download Form SPT Tahunan 1771 disini

Download Installer e-SPT Tahunan disini

Semoga Bermanfaat

Terima Kasih

PMK-54/PMK.03/2009 (Batasan Jumlah Peredaran usaha , Jumlah Penyerahan dan Jumlah Lebih Bayar Bagi WP Yang Dapat diberikan Restitusi Pendahuluan



Siapa Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak?

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan Jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.


Syarat bagi Wajib Pajak orang pribadi yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan Pembayaran pajak adalah Wajib Pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dengan :

a. jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak sama dengan Rp 4.800.000.000,- (batasan peredaran usaha Wajib Pajak orang pribadi yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto) ;

b. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);atau

c. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a.


Wajib Pajak badan yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Wajib Pajak badan dengan :

a. jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);dan

b. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan:

a. jumlah penyerahan menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untak suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah); dan

b. jumlah lebih bayar menurut Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah).

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dilakukan penelitian atas :

a. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
c. kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak;dan
d. kebenaran alamat yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau dalam surat pemberitahuan perubahan alamat.


Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.


Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran Surat Pemberitahuan
- tidak lengkap,
- pembayaran pajak tidak benar,
- alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan atau dengan surat pemberitahuan perubahan alamat.

Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan, kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis.

Mulai Berlaku 1 Mei 2009

Dasar Hukum :
PMK-193/PMK.03/2007 Tentang Batasan Jumlah Peredaran usaha , Jumlah Penyerahan dan Jumlah Lebih Bayar Bagi WP Yang Dapt diberikan Restitusi/ Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang telah diubah terakhir dengan PMK-54/PMK.03/2009

Pelatihan Pengisian SPT Tahunan PPh Badan 2008

"PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN BADAN 2008
DAN PEMERIKSAAN"

Tempat terbatas !! Segera Pesan Sekarang......

Reservation :

021-98265288 / 96323283 (Tuti/Lina)
Info Lebih Lanjut - Klik Disini

Surat Pemberitahuan (SPT)



Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).

SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak. SPT terdiri dari :
a. SPT Tahunan PPh;
b. SPT Masa yang meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.

E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.

Kewajiban menyampaikan SPT.

Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

Tempat dan cara pengambilan SPT.

Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.




Penandatangan SPT.

Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”

Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.

SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).

Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)


Cara penyampaian SPT.

Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :
secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Batas waktu penyampaian SPT.

Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :

a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak;

c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.


SPT dianggap Tidak Disampaikan.

Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP
.

Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.

Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa :
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)


WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa.

Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:
1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau
b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan
a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;
b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;
c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.

Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.




Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.

Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

B. Sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.

Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan terhadap”:
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.

C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.

Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

D. Sanksi pidana kurungan.

Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan SPT; atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,

didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.”

Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah “WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.

E. Sanksi pidana penjara.

Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja:

c. tidak menyampaikan SPT;

d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.

Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.

Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :

1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan

2. Membetulkan SPT

3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT