PER-39/PJ/2009 - SPT PPh Badan Tahun 2009

DOWNLOAD SPT TAHUNAN BADAN -2009 VERSI EXCEL SESUAI PER-39/PJ/2009, 2 JULI 2009


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR PER - 39/PJ/2009


TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Keterangan dan/atau Dokumen yang Harus Dilampirkan;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan;

5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan atau Dokumen Lain yang harus Dilampirkan;

6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN BESERTA PETUNJUK PENGISIANNYA.


Pasal 1


Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (Formulir 1771 dan Lampirannya) beserta Petunjuk Pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 2


Bentuk Formulir SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan bagi Wajib Pajak yang diizinkan

menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (Formulir 1771/$ dan Lampirannya) beserta Petunjuk Pengisiannya adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 3


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-24/PJ/2008 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan Surat

Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi beserta Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2009, tetap berlaku sepanjang digunakan untuk pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Tahun Pajak 2008 dan Tahun Pajak sebelumnya.


Pasal 4


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 Juli 2009

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

DARMIN NASUTION

NIP 130605098


DOWNLOAD SPT TAHUNAN BADAN -2009 VERSI EXCEL SESUAI PER-39/PJ/2009, 2 JULI 2009

Simulasi / Tatacara Pengisian SPT 1770, 1770S, 1770SS Tahun 2009

Baru-baru ini DJP telah membuat file Powerpoint untuk sosialisasi pembuatan SPT Tahunan yang berjudul Simulasi Pengisian SPT PPh Orang Pribadi 1770, 1770 S & 1770 SS.

Silakan diklik disini!
(Tatacara Pengisian SPT Tahunan PPh WP OP 1770, 1770S, 1770SS - Contoh Pengisian SPT Tahunan PPh WP OP 1770, 1770S, 1770SS - download pengisian SPT 1770, 1770S, 1770SS)

Contoh tampilan Powerpoint sosialisasi ini :

UU PPN Nomor 42 Tahun 2009

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009,

Tentang

Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Download UU No 42 Tahun 2009 - Klik Disini

tag :
Download UU PPN Baru sdsn (susunan dalam satu naskah)
Download Undang-Undang PPN Baru
(susunan dalam satu naskah)
Download UU Nomor 42 Tahun 2009 (susunan dalam satu naskah)
Download Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (susunan dalam satu naskah)

Pokok-Pokok Perubahan penghitungan PPh Ps 21 sesuai PER-31/PJ/2009 - diganti dengan PER-57/PJ/2009

PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober PERUBAHAN PER-31/PJ/2009


Definisi Bukan Pegawai

Bukan pegawai merupakan penerima penghasilan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;

Jenis Penghasilan Yang Diterima Bukan Pegawai
Antara lain berupa honorarium, komisi, fee dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dengan bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan.


Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Untuk bukan pegawai, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan dan memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009)
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari atas Jumlah Kumulatif dari Penghasilan Kena Pajak yang diterima atau diperoleh bukan pegawai, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya (memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009)

Rumus :
PPh Ps 21 = Tarif x {(50% x Jumlah Penghasilan Bruto) - PTKP}

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh soal: (klik digambar untuk memperbesar)



Jawaban : (klik digambar untuk memperbesar)




• Untuk bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan

Rumus:
PPh Ps 21 = Tarif x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh soal:
(klik digambar untuk memperbesar)




Untuk bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dari Jumlah Kumulatif dari Jumlah Penghasilan Bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ/2009 yaitu :
Penerima penghasilan bukan pegawai tersebut dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya

Rumus:
PPh Ps 21 = Tarif x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto

Sesuai PER-31/PJ/2009 yang telah diubah terakhir dengan PER-57/PJ/2009

Contoh Soal :(klik digambar untuk memperbesar)



Jawaban:
(klik digambar untuk memperbesar)



Keterangan :

*) Jumlah Kumulatif :

Dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya

Pengertian Berkesinambungan :
Imbalan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
Dijual cepat, Butuh Uang
Tanah seluas 429m2, Pagar Tembok Keliling
Jalan Timbul III, Ciganjur, Jagakarsa
Jakarta Selatan
Sangat cocok untuk tempat tinggal, Kontrakan, Jalan Lebar
hub. Ibu Ane di 68288454

PER-53/PJ/2009 Mengenai Formulir SPT PPh Masa Baru (Berlaku 1 Nopember 2009)

Telah terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 mengenai SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 baru, yang mulai berlaku 1 Nopember 2009

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009
mencabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2009


Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta bukti Pemotongan/Pemungutannya


Download (sesuai PER-53/PJ/2009):
SPT Masa PPh Ps 23/26 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 22 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 15 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 4 ayat 2 - versi Excel
15 Artikel Terbaru Blog Pelayanan Pajak



PER-51/PJ/2009, Tatacara Pemberian Kupon Makanan/Minuman Bagi Pegawai Yang dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 51/PJ/2009

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN DAN PENETAPAN BESARAN KUPON MAKANAN
DAN/ATAU MINUMAN BAGI PEGAWAI, KRITERIA DAN TATA CARA
PENETAPAN DAERAH TERTENTU, DAN BATASAN MENGENAI
SARANA DAN FASILITAS DI LOKASI KERJA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian dan Penetapan Besaran Kupon Makanan dan/atau Minuman Bagi Pegawai, Kriteria dan Tata Cara Penetapan Daerah Tertentu, dan Batasan Mengenai Sarana dan Fasilitas di Lokasi Kerja;

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja;

MEMUTUSKAN:


Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PENETAPAN BESARAN KUPON MAKANAN DAN/ATAU MINUMAN BAGI PEGAWAI, KRITERIA DAN TATA CARA PENETAPAN DAERAH TERTENTU, DAN BATASAN MENGENAI SARANA DAN FASILITAS DI LOKASI KERJA.

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

  1. Pegawai adalah seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan komisaris.
  2. Peraturan Menteri Keuangan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.
  3. Daerah tertentu adalah daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya memiliki cadangan mineral.

Pasal 2

(1)

Nilai kupon makanan dan/atau minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Peraturan Menteri Keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja sesuai dengan nilai kupon yang wajar.

(2)

Nilai kupon dapat dianggap wajar apabila nilai kupon tersebut tidak melebihi pengeluaran penyediaan makanan dan/atau minuman per Pegawai yang disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja.

Pasal 3

(1)

Penetapan daerah tertentu diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, yang berlaku sejak tahun pajak dierbitkannya keputusan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.

(2)

Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 4

(1)

Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di daerah tertentu dapat mengajukan permohonan penetapan daerah tertentu kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:

  1. fotokopi surat persetujuan penanaman modal berserta rinciannya yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk wajib Pajak penanaman modal, atau rencana investasi untuk Wajib Pajak lainnya;
  2. fotokopi peta lokasi;
  3. fotokopi laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum tahun permohonan; dan
  4. pernyataan mengenai keadaan prasarana ekonomi dan sarana transportasi umum dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5

(1)

Kepala Kantor Wilayah DJP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 melakukan penelitian atas permohonan Wajib Pajak, dan dalam hal:

  1. permohonan Wajib Pajak belum lengkap, Kepala Kantor wilayah DJP mengirimkan surat permintaan kelengkapan dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  2. permohonan Wajib Pajak lengkap, Kepala Kantor Wilayah DJP melakukan pemeriksaan ke lokasi daerah tertentu.

(2)

Apabila Wajib Pajak tidak dapat memenuhi kelengkapan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan batas waktu yang ditentukan, permohonan Wajib Pajak tidak dapat dipertimbangkan.

(3)

Kepala Kantor Wilayah DJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta bantuan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP tempat lokasi daerah tertentu berada untuk melakukan pemeriksaan apabila lokasi daerah tertentu berada di luar wilayah kerjanya, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak terkait dan Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pasal 6

(1)

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV atau Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, paling lama 3 (tiga) bulan setelah permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap.

(2)

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan setelah permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap dalam hal diperlukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

(3)

Surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah saat diterimanya permohonan beserta seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(4)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan persetujuan.

(5)

Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).

(6)

Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku terhitung mulai tahun pajak saat keputusan tersebut seharusnya diterbitkan.

Pasal 7

(1)

Permohonan perpanjangan penetapan daerah tertentu diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah keputusan persetujuan penetapan daerah tertentu berakhir dan harus dilampiri dengan:

  1. fotokopi surat persetujuan penanaman modal berserta rinciannya yang diterbitkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau instansi lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Wajib Pajak penanaman modal, atau rencana investasi untuk wajib Pajak lainnya;
  2. fotokopi peta lokasi;
  3. fotokopi laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum tahun permohonan;
  4. pernyataan mengenai keadaan prasarana ekonomi dan sarana transportasi umum dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini; dan
  5. fotokopi Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penetapan daerah tertentu.

(3)

Kepala Kantor Wilayah DJP melakukan penelitian atas permohonan Wajib Pajak dan pemeriksaan ke lokasi daerah tertentu yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

Pasal 8

(1)

Berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Kepala kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV atau Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dengan jangka waktu penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) atau ayat (2).

(2)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan keputusan persetujuan, dengan jangka waktu penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).

(3)

Keputusan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku terhitung mulai tahun pajak pada saat keputusan tersebut seharusnya diterbitkan.

Pasal 9

(1)

Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pelayanan Pajak harus membuat Buku Register pengawasan Wajib Pajak yang mengajukan permohonan atau telah diberikan keputusan penetapan daerah tertentu dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)

Untuk memonitor perkembangan investasi di daerah tertentu, laporan keuangan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan Pajak Penghasilan harus diuraikan secara rinci mengenai:

  1. daftar sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan beserta penyusutannya dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  2. daftar penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 10

(1)

Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c Peraturan Menteri Keuangan meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan sejenisnya.

(2)

Pengertian keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan keamanan atau keselamatan pekerja yang diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pemerintah daerah setempat.

Pasal 11


Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 12

(1)

Permohonan penetapan sebagai daerah tertentu yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dilaksanakan dan diproses sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ/2001 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai dan Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diberikan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu Serta yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.

(2)

Jangka Waktu penetapan daerah tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dapat diperpanjang sesuai ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 13


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai dan Penggantian atau Imbalan Sehubungan Dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diberikan Dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu Serta yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 September 2009
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911

Bendahara Sebagai Pemotong PPh Ps 23/26

DASAR HUKUM
a. Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007
b. Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
c. Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008
f. Peraturan Dirjen Pajak Nomor 38/PJ/2009

TATACARA PEMOTONGAN
a. Pemotongan PPh Pasal 23 /26 dilakukan dengan memberikan bukti pemotongan yang telah diisi lengkap
b. Pemotongan PPh Pasal 23 /26 dilakukan pada saat pembayaran dilakukan
c. Lembar ke-1 Bukti pemotongan diserahkan kepada WP Rekanan sebagai bukti pemotongan

TATACARA PENYETORAN
a. PPh Ps 23/26 yang tercantum dalam bukti pemotongan selama satu bulan dijumlahkan
b. Jumlah PPh ps 23/26 yang telah dipotong selama satu bulan disetor ke bank Persepsi atau kantor pos dengan menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak oleh bendahara. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur nasional maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. (contoh : PPh ps 23/26 yg telah dipotong dari 1-30 Juni 2009 dijumlahkan. PPh Ps 23 tsb harus disetor paling lambat 10 Juli 2009 dgn SSP. Jika tgl 10 Juli 2009 jatuh pada hari libur, maka harus disetor paling lambat 11 Juli 2009)
c. Menerima SSP lembar 1 dan 3 dari bank/kantor pos.

TATACARA PELAPORAN
a. Lembar ke-2 bukti pemotongan PPh Ps 23/26 yang dibuat selama 1 bulan dicatat dalam Daftar Bukti Pemotongan Pajak (rangkap dua)
b. Bendahara mengisi dengan lengkap dan benar form SPT Masa PPh ps 23/26 rangkap dua dilampiri : lembar ke-3 SSP setoran Pph Ps 23, Daftar bukti pemotongan PPh Ps 23/26, dan lembar ke-2 bukti pemotongan
c. Atas SPT Masa PPh Pasal 23/26 yg telah diisi lengkap beserta lampirannya, harus dilaporkan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur nasional maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
d. Bendahara menerima Tanda Terima pelaporan SPT dari KPP (lembar LPAD) sebagai bukti telah melapor.

PPh Final Bagi Wajib Pajak Real Estate

SE- 80/PJ/2009

TENTANG

PELAKSANAAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG USAHA POKOKNYA MELAKUKAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pelaksanaan Pajak Penghasilan yang bersifat final (PPh Final) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP real estat), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh WP real estat dilakukan :

a. paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran,dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran ;
b. sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf a kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak .

2. Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang .

3. Dalam hal pembayaran atau angsuran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum 1 Januari 2009 dan penjualan atas pengalihan tersebut belum diakui sebagai penghasilan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tersebut sampai dengan 31 Desember 2008 maka PPh Final atas pembayaran atau angsuran tersebut harus dibayar sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang .

4. Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dapat dilakukan oleh cabang . Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh .

5. Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)IJoint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .

6. Dalam hal PPh Final sebagaimana dimaksud dalam butir 5 telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipindahbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO .

7. Atas pelaksanaan aturan peralihan Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

a. Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (WP Badan real estat) apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) pengalihan hak (penjualan) atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum tanggal 1 Januari 2009 ;
2) penghasilan atas pengalihan hak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi ;
3) permohonan diajukan oleh WP Badan real estat yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan disertai lampiran berupa daftar tanah dan/atau bangunan sesuai format yang ditetapkan yang diisi dengan lengkap meliputi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli tanah dan/atau bangunan.

b. Sehubungan dengan nama dan NPWP pembeli yang tercantum dalam SKB sebagaimana dimakud pada huruf a, ditegaskan bahwa :
1) NPWP pembeli wajib dicantumkan dalam permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan pembeli tersebut tidak wajib memiliki NPWP ;
2) nama pembeli yang tercantum dalam permohonan SKB adalah pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) ;
3) dalam hal terjadi perubahan PPJB sehingga WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari perubahan PPJB tersebut, maka SKB hanya dapat diterbitkan apabila WP Badan real estat dapat membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi .

Jenis dan Macam Pajak di Indonesia

Jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :

1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :

1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.

Semoga menambah wawasan kita. Amien

Stimulus Fiskal 2010 Masih Dibutuhkan

Jumat, 14 Agustus 2009 07:59
Pemerintah diminta mempertahankan kebijakan stimulus fiskal pada 2010 untuk mengantisipasi pemulihan ekonomi negara lain yang dapat mengancam pelarian modal. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mengingatkan pemerintah harus mewaspadai risiko pemburukan ekonomi akibat pelarian modal pada Agustus 2010.

Untuk itu, pemerintah harus lebih fokus pada upaya memperkuat ketahanan ekonomi domestik dengan melanjutkan kebijakan stimulus fiskal dengan implementasi yang lebih baik daripada tahun ini.

"Pada tahun ini, problem Indonesia tidak akan rumit, tapi pada Agustus 2010 patut diwaspadai. Sekarang investasi masih masuk ke Indonesia, tapi kalau negara lain recover, dana ini bisa lari," jelasnya dalam seminar kajian tengah tahun Indef bertajuk Krisis Keuangan, Stimulus Fiskal, dan Ketahanan Ekonomi, kemarin.

Dia mengatakan stimulus fiskal di sebagian besar negara di dunia tidak hanya dilakukan pada saat krisis ekonomi melanda, tetapi juga didesain untuk menciptakan dampak positif hingga jangka panjang. Indonesia perlu meniru ini, salah satunya dalam bentuk stimulus infrastruktur yang wajib dilakukan untuk 5 tahun ke depan.

"Juga harus ada stimulus terhadap industri yang akan dikembangkan. Stimulus fiskal juga perlu dialokasikan untuk penciptaan entrepreneur baru."

Dalam RAPBN 2010, pemerintah tidak mengalokasikan stimulus fiskal seperti pada APBN 2009 yang dianggarkan Rp73,3 triliun. Dengan begitu, alokasi stimulus yang sebelumnya ada akan dihapus dan dikembalikan menjadi program reguler kementerian/lem-baga.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia M.S. Hidayat menilai besaran defisit APBN 2010 perlu dinaikkan dari 1,6% menja-di 2% agar belanja stimulus fiskal bisa berlanjut pada tahun depan.

Menurut dia, fokus pelaksanaan stimulus fiskal lebih diarahkan pada belanja infrastruktur yang diyakini sangat efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Saya kira perlu alokasi khusus tambahan pada 2010. Kita sedang bicara dengan DPR, kalau perlu defisit anggaran ditambah jadi 2%. Sisanya diserahkan pada [sektor] infrastruktur," ujarnya seusai acara penganugerahan Annual Report Award 2008 Rabu malam.

Tambahan defisit 0,4% itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk menarik minat berinvestasi di Indonesia.

Cara ini mencontoh China yang mampu mendorong laju PDB hingga 7,9% pada kuartal 11/2009 dengan mengalokasikan dana besar untuk pembangunan infrastruktur.

"[Pembangunan infrastruk tur] Itu adalah salah satu daya tarik orang untuk investasi, terutama di daerah."

Di sisi lain. Hidayat mengkritisi lambatnya penyerapan APBN 2009 yang lebih dise babkan oleh faktor birokrasi. Untuk itu, pemerintah harus terus menjalankan reformasi birokrasi dengan benar.

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonominasiona] pada tahun ini bisa mencapai garis tengah target pemerintah 4%-4,5% atau sekitar 4,25%. Kondisi ini bisa terjadi karena perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan permintaan domestik.

Optimisme naik


Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4% pada kuartal 11/2009 membawa optimisme baru bagi semua pihak karena lebih baik dari ekspektasi semula 3,8%.

"Bisa terjadi lebih dari 4% walaupun enggak jauh, tapi bisa mungkin sedikit agak di tengah [antara 4%-4,5%],"

Indeks harga saham gabungan (IHSG) kemarin menguat 49,132 poin (2,09%) ke level 2.396,49 setelah pada sesi pertama sempat menyentuh level 2.408,88. Nilai transaksi mencapai Rp8,12 triliun dengan pembelian bersih asing Rp80 miliar.

Sementara itu, rupiah pada perdagangan pukul 15.59 WIB menyentuh Rp9.950 per dolar AS, atau menguat tipis dibandingkan dengan waktu yang sama sehari sebelumnya, yaitu Rp9.995 per dolar AS.

Analis PT Panin Sekuritas Tbk Purwoko Sartono mengatakan kenaikan bursa saham nasional kali ini sejalan dengan pergerakan bursa kawa-san yang merespons pernyataan The Fed.

"Investor domestik merespons positif pernyataan The Fed yang mengindikasikan ekonomi dunia terus pulih sehingga harga minyak mentah dunia dan mayoritas bursa dunia menguat," tuturnya kepada Bisnis.

Rapat Komite Pasar Terbuka The Fed (FOMC) kemarin juga memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 0%-0,25%. Pernyataan The Fed tersebut mendongkrak harga minyak mentah dunia sebesar 2,18%, atau US$1,53 per barel ke level harga US$71,69.

Indeks Morgan Stanley Capital kawasan Asia Pasifik menguat 1,5% menjadi 112,81. Bursa Shanghai merespons dengan kenaikan 0,89%, Nikkei-225 tumbuh 0,79%. dan Hang Seng terangkat 2,08%.

Di Indonesia, seluruh indeks sektoral menguat, terutama sektor pertambangan dan perkebunan yang masing-masing melonjak 4,32% dan 3,79%.

Indeks LQ-45 naik 2,26%, diikuti Jakarta Islamic Index (JII) yang tumbuh 2,59%, dan indeks BISNIS-27 menguat 1,98%.



Sumber : Bisnis Indonesia

SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), SPT PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Baru..!!! Mulai Oktober 2009

Telah terbit Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009 mengenai SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 baru, yang mulai berlaku 1 Nopember 2009

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-53/PJ/2009
mencabut
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2009


Tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Final, PPh Pasal 4 ayat(2), Surat pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta bukti Pemotongan/Pemungutannya


Download (sesuai PER-53/PJ/2009):
SPT Masa PPh Ps 23/26 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 22 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 15 - versi Excel
SPT Masa PPh Ps 4 ayat 2 - versi Excel

Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga

Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c. sarana untuk menagih pajak.

Sebab diterbitkannya STP:
a. Pajak penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak mengisi faktur secara lengkap
f. PKP melaporkan faktur tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan

Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh dan ;
b. denda administrasi bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo pembayarannya