Perpanjangan Batas Waktu Pelaksanaan Sunset Policy



Download - Siaran Pers DJP tgl 30 Desember 2008 Tentang PERPANJANGAN WAKTU PELAKSANAAN SUNSET POLICY





Pemerintah memperpanjang batas waktu sunset policy atau program penghapusan sanksi bunga pajak dari 31 Desember 2008 menjadi 28 Februari 2009.

Presiden SBY sudah menandatangani peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) mengenai perpanjangan program Sunset Policy atau kebijakan penghapusan sanksi pajak, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang / Perppu Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan.
Isinya :
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan Penghasilan sebelum tahun pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tangal 28 Pebruari 2009 dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak

Dengan Kata lain , Sunset Policy diperpanjang s.d 28 Pebruari 2009

Demikian hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani di Gedung Departemen Keuangan, Jalan Dr Wahidin, Jakarta, Rabu (31/12/2008).

Perpanjangan hingga tanggal 28 februari 2009 hanya untuk wajib pajak lama yang sudah memiliki NPWP sebelum tahun 2008. Untuk yang baru memiliki di 2008 punya waktu sampai 31 maret 2009.

Alasan dilakukannya perpanjangan tersebut adalah begitu besar antusiasme masyarakat dalam memanfaatkan sunset policy. Ini sudah terlihat pada waktu pengurusan NPWP sejak awal Desember 2008.

Pemerintah merasa perlu memberi kesempatan lebih panjang agar orang yang niat baik membuat NPWP tapi tidak dapat terlayani. Jika diperpanjang seperti ini, diharapkan akan memperkuat basis perpajakan nasional dengan bertambahnya jumlah pemegang NPWP.

Download - Siaran Pers DJP tgl 30 Desember 2008 Tentang PERPANJANGAN WAKTU PELAKSANAAN SUNSET POLICY

Siaran Pers DJP tentang Fiskal Luar Negeri



Siaran Pers Yang dikeluarkan DJP tanggal 23 Desember 2008 :
DOWNLOAD SIARAN PERS DJP LENGKAP TENTANG FISKAL LUAR NEGERI (FLN)

- Mulai 1 Januari 2009 WP Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke Luar Negeri (LN) WAJIB membayar Fiskal Luar Negeri (FLN) dan ketentuan ini berlaku s.d 31 Desember 2010.

- Tarif FLN adalah sebesar Rp 2.500.000,- untuk setiap orang setiap kali bertolak ke LN dengan menggunakan pesawat Udara dan Rp 1.000.000,- dengan angkutan laut.

- Yang bebas otomatis membayar FLN adalah :
a. WP OP kurang dari 21 tahun
b. Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan
c. Pejabat Perwakilan diplomatik
d. Pejabat Perwakilan Organisasi Internacional
e. WNI yang memiliki dokumen resma penduduk negara lain (termasuk pelajar/mahasiswa yang belajar di LN dengan menunjukkan identitas seperti student card)
f. Jamaah haji
g. Pelintas batas jalan darat
h. TKI dengan Kartu Tenaga Verja Luar Negeri (KTKLN)

- Yang bebas dengan syarat diterbitkan Surat Keterangan Bebas Fiscal Luar Negeri (SKBFLN) adalah :
a. Mahasiswa Asing dengan rekomendasi perguruan tinggi
b. Orang asing yang melakukan penelitian
c. Tenaga kerja asing di pulau batam, bintan dan karimun
d. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke LN atas biaya organisasi sosial termasuk pendamping
e. Anggota misi kesenian, kebudayaan dan olahraga dan keagamaan
f. Program pertukaran pelajar atau mahasiswa
g. TKI selain dengan KTKLN

- Tatacara Pelaksanaan :
a. Bagi yang membayar :
1. Melakukan pembayaran di pada bank penerima pembayaran Tanda bukti pembayaran fiscal luar negeri (TBPFLN) atau unit Pelaksana Fiscal Luar Negeri (UPFLN),
2. Penumpang menyerahkan paspor dan boarding pass ke petugas penerima pembayaran TBPFLN atau UPFLN
3. Petugas mengisi formular TBPFLN rangakap 3 (lembar 1 dan 2 untuk penumpang, lembar ke-3. untuk arsip UPFLN)
4. Penumpang menyerahkan paspor, boarding pass dan form TBPFLN ke petugas konter pengecekan FLN pada saat menuju gerbang imigrasi dan di stempel

b. Bagi yang bebas otomatis :
1. Penumpang menyerahkan paspor dan boarding pass ke konter FLN untuk diteliti
2. Penumpang yang memenuhi syarat bebas FLN, yang tidak memenuhi syarat diwajibkan membayar FLN

c. Bagi Yang Bebas karena memiliki NPWP
1. Penumpang menyerahkan copy kartu NPWP/SKT, paspor, boarding pass dan Kartu keluarga (bagi anggota keluarga lain)
2. Petugas akan meneliti penumpang yang memenuhi syarat akan ditempel stiker bebas fiskal di boarding pass, yang tidak memenuhi syarat diwajibkan membayar FLN

d. Bagi yang bebas dengan SKBFLN
1. Penumpang mengisi formulir SKBFLN yang telah disediakan dan diserahkan ke petugas UPFLN
2. Petugas akan meneliti penumpang yang memenuhi syarat akan ditempel stiker bebas fiskal di boarding pass, yang tidak memenuhi syarat diwajibkan membayar FLN

Atas Siaran Pers tersebut telah ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-53/PJ/2008 tanggal 31 Desember 2008
Tentang Tatacara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak OP Dalam Negeri Yang Akan Bertolak ke Luar Negeri

Silakan Baca PER-53/PJ/2008 tersebut disini



Baca Juga Artikel Lain Mengenai FISKAL LUAR NEGERI :

1. Siaran Pers Direktur Jenderal Pajak tentang Fiskal Luar Negeri (31 Des 2008)

2. NPWP Karyawan Tidak Valid (7 Januari 2009)

3. Tatacara Pendaftaran NPWP bagi Anggota Keluarga (31 Des 2008)

4. Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi WNI Yang bekerja di LN

5. Fiskal Buat Awak Pesawat dan Awak Kapal (13 Januari 2009)

6. Penjelasan Tentang Fiskal Luar Negeri (13 Januari 2009) – Terbaru

7. Tatacara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak OP Dalam Negeri Yang Akan Bertolak ke Luar Negeri (31 Des 2008)

Penerimaan Pajak sudah melampaui 100%

Penerimaan pajak dan bea cukai hingga 22 Desember 2008 sudah lebih dari 100%. Sementara untuk belanja negara belum mencapai 100%.

Demikian disampaikan Dirjen Perbendaharaan Depkeu Herry Purnomo di Gedung Departemen Keuangan, Jakarta, Rabu (24/12/2008).

sumber: detikfinance.com 24-12-2008 17.53wib



PP 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 71 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Download PP-71 Tahun 2008, 4 Nopember 2008

Pasal 1

(1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan.

(2) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
b. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
c. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

Pasal 2

(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.

(2) Pejabat yang berwenang hanya menanda tangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh Orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak yang bersangkutan dengan menunjukan aslinya.

(3) Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.

(4) Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah, Camat, Pejabat Lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b dipungut Pajak Penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.

(2) Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah dipungut ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.

(3) Penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar-menukar.

(4) Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 4

(1) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Penjelasan:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan atau yang dipotong atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut.Bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri adalah 1% (satu persen) untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, dan sebesar 5% (lima persen) untuk pengalihan lainnya.

(2) Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, kecuali:
a. dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
b. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut.

Penjelasan:
Besarnya nilai pengalihan sebagai dasar perhitungan besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan, atau dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang, adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta dengan nilai menurut Nilai Jual Objek Pajak untuk penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pengalihan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperoleh nilai yang paling mendekati nilai yang sebenarnya.Dalam hal pengalihan kepada Pemerintah, maka besarnya nilai pengalihan adalah berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak terutang tahun pajak sebelumnya.

(4) Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada.

Penjelasan:
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar, maka untuk memperoleh besarnya Nilai Jual Objek Pajak, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan wajib meminta surat keterangan mengenai besarnya Nilai Jual Objek Pajak atas tanah dan/atau bangunan untuk tahun pajak yang bersangkutan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan tersebut berada.

(5) Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal 5

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah:
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c;

penjelasan:
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah dengan pembayaran ganti rugi yang akan digunakan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, yaitu jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, bendungan, saluran irigasi, pelabuhan laut, bandar udara dan fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya, serta fasilitas Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia.Lokasi pembangunan sarana kepentingan umum tersebut memerlukan persyaratan khusus misalnya untuk pelabuhan laut diperlukan tanah tertentu untuk memenuhi persyaratan sebagai pelabuhan seperti kedalaman laut, arus laut, pendangkalan dan lain sebagainya.

c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

Penjelasan:
Apabila orang pribadi melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, organisasi sejenis lainnya, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan Objek Pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf.

d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau

Penjelasan:
Apabila badan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, organisasi sejenis lainnya, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihakpihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan Objek Pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf.

e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan."

Penjelasan:
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, bukan merupakan Objek Pajak.

Pada dasarnya semua pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), namun untuk keadilan diberikan pengecualian dari pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan.

Pasal 6

Dihapus


Pasal 7

Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


Pasal 8

(1) Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bersifat final.

Penjelasan:
Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bersifat final bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan tanpa melihat jenis usaha atau kegiatan yang dilakukan.

(2) Dihapus."


Pasal 9

Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau ayat (3), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, baik bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Kehakiman dan/atau Menteri Dalam Negeri.

1. Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, apabila:
a. melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
b. penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak
Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Mulai 1 Januari 2009 Tarif Fiskal Luar Negeri Naik

Tarif fiskal luar negeri untuk masyarakat yang bepergian ke luar negeri naik berlipat mulai awal 2009. Tarif baru akan naik 150% dari tarif sebelumnya.
Kalau tahun 2008 Anda melancong ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara hanya merogoh dompet untuk fiskal sebesar Rp 1 juta, maka mulai 1 Januari 2009 tarif fiskalnya menjadi Rp 2,5 juta per orang. Untuk perjalanan ke luar negeri lewat laut tarifnya akan meroket dari Rp 500.000 menjadi Rp 1 juta per orang.

Tetapi ada 3 kelompok yang dibebaskan Fiskal, mereka adalah :

1. Bebas Otomatis (klik disini)
2. Bebas dengan SKBFLN (klik disini) dan
3. Bebas karena memiliki NPWP (klik disini)


Bagaimana Cara / Prosedur / Tatacaranya ?? (klik disini)

Pada tanggal 23 Desember 2008 yang lalu Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan Siaran Pers mengenai hal tersebut.

Selengkapnya dapat dibaca di :
SIARAN PERS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Tgl 23 Desember 208 Mengenai FISKAL LUAR NEGERI (Waktu Pelaksanaan, Tarif Fiskal 2009, Tatacara Pelaksanaan dsb

apa sih SUNSET POLICY itu??



Dalam Rangka Sunset Policy, Hari Sabtu Kantor Pajak Buka

Sehubungan dengan akan berakhirnya pelaksanaan Program Sunset Policy sebagaimana diatur dalam Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan pada tanggal 31 Desember 2008 dan dalam rangka memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak yang memanfaatkan Program Sunset Policy tersebut, maka disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Kantor Pelayanan Pajak diseluruh Indonesia tetap buka pada :
a. Hari Sabtu tanggal 06, 13 dan 20 Desember 2008 dengan jam kerja biasa mulai pukul 07.30 s.d 17.00 waktu setempat;
b. Hari Selasa tanggal 30 Desember 2008 dan Rabu tanggal 31 Desember 2008 dengan jam kerja yang diperpanjang mulai pukul 07.30 s.d 19.00 waktu setempat dan tetap menyesuaikan dengan jumlah Wajib Pajak yang dilayani

Dasar Hukum : SE-66/PJ/2008 tanggal 19 Nopember tentang Pelayanan kepada WP Sehubungan dengan Akan Berakhirnya Program Sunset Policy

apa sih SUNSET POLICY itu??