PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 243/PMK.03/2008
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 635/KMK.04/1994 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN
HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
Pasal 1
(1) Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 dengan memperhatikan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2008 wajib dibayar sendiri oleh pribadi atau badan yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pada Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari orang pribadi atau badan yang bersangkutan.
Pasal 2
(1) Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.
(2) Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memungut Pajak Penghasilan yang terutang dan menyetorkannya ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), sebelum pembayaran kepada orang pribadi atau badan atau sebelum tukar menukar dilaksanakan.
(3) Pada Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar menukar.
Pasal 2A
(1) Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.
(2) Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.
(3) Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
(4) Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan, pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran.
Pasal 2B
(1) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah :
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
(2) Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.
(3) Tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 3
(1) Pejabat yang berwenang menandatangani akat, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pejabat yang berwenang terdaftar sebagai Wajib Pajak.
(2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 4
(1) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
(2) Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, yang melakukan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
Pasal 5
Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 5A
Terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. atas kerugian dari usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008;
b. sejak Masa Januari 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, terkait dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pasal 5B
dihapus.
Pasal 5C
dihapus.