Daftar Anggota Keluarga Yang Bisa Ditanggung Fiskal Luar Negerinya

Berikut daftar anggota keluarga yang dapat ditanggung sepenuhnya agar dapat bebas Fiskal Luar Negeri.
Mereka adalah Orang tua kandung, suami/istri, mertua, anak kandung, anak tiri, anak angkat. Berikut daftarnya :


Apabila kurang jelas, silakan klik di gambar





PER-31/PJ/2009 - Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan PPh Ps 21 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi


Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi

Sesuai PER-31/PJ/2009, tanggal 25 Mei 2009 dan PMK-252/PMK.03/2008

DOWNLOAD PER-31/PJ/2009 - DISINI

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 :

1. Pegawai Tetap, Penerima Pensiun Berkala yang dibayarkan secara bulanan, Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan

PPh Pasal 21 = (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh) x Penghasilan Kena Pajak

Download Contoh penghitungan



2. Pegawai Tidak Tetap atau tenaga kerja lepas yang menerima/memperoleh upah berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan

PPh Pasal 21 = 5% x ( Jumlah Penghasilan Bruto sehari – Rp 150.000,-)

Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan adalah sebesar Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari

Download Contoh penghitungan


Apabila jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender atas upah harian/mingguan/satuan/borongan tsb telah melebihi Rp 1.320.000,- maka tarifnya :

PPh Pasal 21 = 5% x (Juml Penghasilan Bruto – PTKP harian yg sebenarnya)

Download Contoh penghitungan



Apabila jumlah kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp 6.000.000,- maka tarif PPh Ps 21 :

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a x (Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan)

Penghasilan Kena Pajak = Jumlah Penghasilan Bruto – PTKP

Download Contoh penghitungan


3. Bukan Pegawai meliputi :
• pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
• olahragawan
• penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
• pengarang, peneliti, dan penerjemah;
• pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
• agen iklan;
• pengawas atau pengelola proyek;
• pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
• petugas penjaja barang dagangan;
• petugas dinas luar asuransi;
• distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya;
yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender, sepanjang yg bersangkutan telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.


PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan)

Penghasilan Kena Pajak = Jumlah Penghasilan Bruto – PTKP

Download Contoh penghitungan


Apabila tidak memenuhi ketentuan, yaitu:
- tidak memiliki NPWP;
- memperoleh penghasilan lain selain dari pemotong PPh ps 21
maka tarif PPh Pasal 21 :


PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X jumlah Penghasilan Bruto



4. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
Yang dimaksud dengan pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja, yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri.


PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima) X 50%

Download Contoh penghitungan




5. Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas (yang tidak merangkap sebagai pegawai pd perusahaan yang sama) yang menerima honorarium atau imbalan yang sifatnya tidak teratur.

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima)



6. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima mantan pegawai

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima)



7. Penarikan dana pensiun oleh peserta oleh peserta program pensiun yg masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima)



8. Pembayaran Imbalan kepada bukan pegawai yg tidak bersifat berkesinambungan

PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima)



9. Pembayaran yang diterima peserta kegiatan yang meliputi:
• peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
• peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
• peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
• peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
• peserta kegiatan lainnya.


PPh Pasal 21 = Tarif PPh Ps 17 ayat (1) huruf a X (Jumlah Penghasilan Bruto yang diterima)


Peraturan selengkapnya dapat di downlioad disini


Perlakuan Perpajakan atas Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana dan Rusunami

Akibat tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB), bangunan berupa rumah susun sederhana milik (Rusunami) Kalibata Residences, di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan yang dibangun oleh pengembang PT Pradani Sukses Abadi (Agung Podomoro Group) disegel, oleh Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (P2B), Pemkot Adm Jakarta Selatan.

Kepala Sudin P2B Jakarta Selatan Widiyo Dwiyono mengatakan, sebelum disegel, menara rusunami yang berdiri di atas lahan seluas tujuh hektar itu sudah diberi surat perintah bongkar, namun dari pihak pengembang ternyata tidak menggubris surat perintah bongkar tersebut.

Kasudin P2B, Jakarta Selatan, Widyo D menambahkan, pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Sudin P2B Jakarta Selatan akan membongkar bangunan Rusunami milik Kalibata Residences yang merupakan program pemerintah pusat secara subsidi dan non subsidi untuk membangun 1.000 menara di wilayah Jabodetabek jika memang menyalahi aturan.

Menurut Widyo, bagi pengembang yang tidak memenuhi aturan terhadap pembangunan tersebut, Sudin P2B Jaksel akan menerapkan aturan Perda No 1 tahun 2006 tentang retribusi dengan penalti senilai Rp 20.000/m2. "Kita akan kenakan sanksi penalti kepada pihak pengembang jika tetap mendirikan bangunan dilokasi penalti yang nilainya enam kali lipat dari retribusi yang dibayar," tambahnya.

Secara terpisah, Gubernur Prov DKI Jakarta, Fauzi Bowo menegaskan, setiap adanya penyegelan, tentunya Sudin P2B memiliki alasan kuat untuk menyegel dan bahkan membongkar, namun aparat tidak bisa bertindak diluar prosedur, untuk melakukan hal tersebut sudah ada aturannya untuk melakukan penertiban. "Kita akan berikan kesempatan kepada pengembang untuk mengurus izin mendirikan bangunannya.

Terlepas dari kasus IMB tersebut, kali ini Kami tidak akan membahas kasus tersebut. Semoga permasalahan cepat dapat diselesaikan. Kami
ingin sedikit membahas mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh Pasal 4(2) Final atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami).

Terlebih dahulu kita pelajari terlebih dahulu pengertian dari Rumah Sederhana, Rumah Susun Sederhana dan Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami).

Sesuai Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-80/PMK.03/2008 :
Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah
Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- dan
b. merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.
Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan :
a. harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,-
b. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan
c. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 bulan sejak dibeli.

Sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-80/PMK.03/2008 :
Rumah Susun Sederhana adalah
Bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan:
a. harga jual untuk setiap hunian termasuk strata title tidak melebihi Rp 75.000.000,00;
b. luas bangunan untuk setiap hunian tidak melebihi 21 m2;
c. pembangunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang mengatur mengenai Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun; dan
d. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak dimiliki.

Sesuai Pasal 1 KMK-155/KMK.03/2001 yang telah dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-31/PMK.03/2008 :
Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan kamar mandi/WC dan dapur, baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal yang memenuhi ketentuan :
a. luas untuk setiap hunian lebih dari 21 m2 dan tidak melebihi 36 m2;
b. harga jual untuk setiap hunian tidak melebihi Rp 144.000.000,00;
c. diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan tidak melebihi Rp 4.500.000,00 per bulan dan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan umum yang mengatur mengenai persyaratan teknis pembangunan rumah susun sederhana; dan
e. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.

Termasuk dalam pengertian Rusunami adalah Rusunami yang diserahkan kepada bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a. dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
b. rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.


Perlakuan Perpajakan untuk Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana :

untuk pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi maka besarnya PPh Final Pasal 4 ayat (2) yang wajib dibayar sendiri mendapat fasilitas PPh yaitu sebesar 1%. (PMK-243/PMK.03/2008)

pengusaha realestat yang melakukan penyerahan bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana maupun Rumah Susun Sederhana yang perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN secara otomatis tanpa adanya persyaratan SKB (Surat Keterangan Bebas) - (PMK-31/PMK.03/2008)


Perlakuan Perpajakan untuk Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI):

pengusaha realestat yang melakukan penyerahan bangunan yang memenuhi kriteria Rumah Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI) yang perolehannya dibiayai melalui kredit kepemilikan rumah bersubsidi atau tidak bersubsidi mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN secara otomatis tanpa adanya persyaratan SKB (Surat Keterangan Bebas) - (PMK-31/PMK.03/2008)


PMK-243/PMK.03/2008 - Pelaksanaan Pembayaran PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 243/PMK.03/2008

TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 635/KMK.04/1994 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN
HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


Pasal 1

(1) Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 dengan memperhatikan Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2008 wajib dibayar sendiri oleh pribadi atau badan yang bersangkutan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.

(2) Pada Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari orang pribadi atau badan yang bersangkutan.


Pasal 2

(1) Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.

(2) Bendaharawan atau pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memungut Pajak Penghasilan yang terutang dan menyetorkannya ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), sebelum pembayaran kepada orang pribadi atau badan atau sebelum tukar menukar dilaksanakan.

(3) Pada Surat Setoran Pajak (SSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar menukar.


Pasal 2A

(1) Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

(2) Dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran, maka Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah setiap pembayaran angsuran termasuk uang muka, bunga, pungutan dan pembayaran tambahan lainnya yang dipenuhi oleh pembeli, sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut.

(3) Pembayaran Pajak Penghasilan dengan cara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran.
(4) Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan, pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran.

Pasal 2B

(1) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (1) adalah :
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

(2) Termasuk yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak.

(3) Tata cara pemberian pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 3

(1) Pejabat yang berwenang menandatangani akat, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pejabat yang berwenang terdaftar sebagai Wajib Pajak.

(2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.


Pasal 4

(1) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.
(2) Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, yang melakukan pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau diterimanya pembayaran.


Pasal 5

Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.


Pasal 5A

Terhadap Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. atas kerugian dari usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008;
b. sejak Masa Januari 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, terkait dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Pasal 5B

dihapus.


Pasal 5C

dihapus.

SPT MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI - SPT MASA PPN



a. Kewajiban menyampaikan SPT Masa PPN

Dalam penjelasan Pasal 3 UU KUP digariskan bahwa bagi PKP fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang terutang dan untuk melaporkan tentang :

a.
pengreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran ;
b.
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku ;
c. bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Berdasarkan Pasal 4 UU KUP ditentukan bahwa pengisian SPT harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditanda tangani oleh pengurus atau direksi untuk wajib pajak Badan.

Dalam hal SPT ditanda tangani oleh orang lain selain yang disebut diatas, harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.

Surat kuasa khusus untuk SPT Masa PPN dibuat per Masa Pajak dengan menyebut bulan yang bersangkutan, jadi tidak dapat dibuat untuk satu tahun buku.

SPT harus disampaikan dengan lengkap, artinya disertai lampiran yang telah ditetapkan. SPT yang disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tersebut tidak pernah disampaikan.



b. SPT Masa PPN

Mulai Masa Pajak januari 2007, SPT Masa PPN yang semula menggunakan formulir 1195, diganti dengan formulir 1107 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tanggal 29 September 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-142/PJ./2007. SPT Masa PPN Formulir 1107 terdiri atas : 1.
Induk SPT - Formulir 1107
2. Lampiran 1 Daftar Lampiran Pajak Keluaran dan PPnBM –
Formulir 1107A
3. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM –
Formulir 1107B.

Kemudian dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2008 tanggal 23 Juni 2008 ditetapkan bahwa bagi PKP yang menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy) wajib menggunakan SPT Masa PPN Formulir 1108 yang terdiri atas :

1. Induk SPT - Formulir 1108
2. Lampiran 1 Daftar Lampiran Pajak Keluaran dan PPnBM – Formulir 1108A
3. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM – Formulir 1108B.

Bagi PKP yang semula menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas kemudian menyam-paikan SPT dalam bentuk data elektronik, tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas, kecuali atas SPT Pembetulan yang SPT sebelumnya disampaikan dalam bentuk formulir kertas.

Adapun PKP yang diperbolehkan menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas berdasarkan Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ./2008 adalah PKP yang membuat Faktur Pajak Standar dan membuat Nota Retur serta membuat dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar atau mengreditkan Faktur Pajak Standar dan menerima Nota Retur serta menggunakan dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yang jumlahnya baik sebagai Pajak Keluaran maupun sebagai Pajak Masukan masing-masing tidak lebih dari 30 (tiga puluh) dalam satu Masa Pajak.

Berdasarkan Pasal 6 peratturan ini SPT disampaikan oleh PKP secara manual, yaitu :
1) langsung ke KPP; atau
2) melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP.

Bagi PKP yang membuat Faktur Pajak Keluaran, membuat Nota Retur atau menggunakan Faktur Pajak Masukan atau menerima Nota Retur dalam satu Masa Pajak lebih dari 30 (tiga puluh), wajib menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik dengan menggunakan SPT Masa PPN Formulir 1107.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, PKP dianggap tidak menyampaikan SPT.
Dalam SPT Masa PPN dilaporkan NIHIL, karena PKP tidak melakukan penyerahan dan per-olehan BKP dan/atau JKP, maka PKP hanya menyampaikan Induk SPT, dan SPT yang seperti ini dianggap sudah disampaikan.




KODE KETETAPAN PAJAK

KODE KETETAPAN PAJAK

sesuai SE - 327/PJ/2002, 4 September 2002
Tentang
PENYESUAIAN KODE NOTA PENGHITUNGAN DAN KODE KETETAPAN PER JENIS PAJAK (perubahan SE-04/PJ.24/2000)

contoh : Surat Ketetapan Pajak nomor : 00051/101/07/027/08
artinya :
00051 : nomor ketetapannya adalah nomor 51
101 : adalah KODE KETETAPAN, artinya STP (surat tagihan pajak) jenis pajak PPh Pasal 21
07 : adalah tahun pajak
027 : adalah KPP Pratama Jakarta Kemayoran - (klik disini untuk melihat kode KPP)
08 : adalah tahun penerbitan STP tersebut

(untuk lebih detil mengenai
KODE KETETAPAN, KLIK di GAMBAR dibawah ini)